Mendengar Kembali Peristiwa 65/66 di Riau

pki-90x60

48 tahun lalu, ada sekitar 20 orang korban Eks Tahanan Politik (Ekstapol) yang diduga Partai Komunis Indonesia (PKI). Masing-masing mereka diikatkan disebuah papan kemudian mereka disusun rapi dalam mobil truk. Bahkan mereka yang diikatkan dipapan ditindih dengan korban lainya. “Saya dengar mereka merintih kesakitan dan ada yang berdoa. Sangat memilukan,” kata seorang korban yang selamat, perisitiwa Jembatan Bacem-Solo. Penuturan ini disebutkan di film dokumenter ‘Jembatan Bacem’ karya Yayan Wiludiharto yang diputar di Komunitas 383, belakang kantor koran harian Tribun Pekanbaru. Jumat (28/6).

Nonton bareng ini dibuat oleh Forum Pers Mahasiswa (Fopersma) Riau, Alumni Narasi kelompok kerja Riau dan Komunitas 383. Dilanjutkan diskusi tentang korban ekstapol PKI dengan narasumber Samin yang waktu itu korban penuduhan di Riau. Ia datang bersama istri dan seorang anaknya.
Samin lahir Sumatera Barat, kedua orang tuanya asli orang jawa,dia besar di Riau dan bekerja Riau.

Samin juga anggota Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) Provinsi Riau 1965/1966, dimana anggotanya merupakan korban pembunuhan tahun ’65. YPKP Provinsi Riau berdiri 8 Juli 2010. “Pergerakan YPKP di Riau agak lambat karena anggotanya sudah pada tua dan sakit-sakitan,” Kata Samin.

Sebelum tahun 1965 Samin telah bekerja di Riau sebagai Clining Service (CS) di Caltex (Saat ini jadi PT. Chevron Pacifik Indonesia). Suatu pagi ia mendengar radio, di Jakarta ada penangkapan anggota PKI. Pada bulan Mei 1968 Samin ditangkap oleh TNI.” Saya dituduh PKI dan dipaksa mengaku saya PKI,” kata laki-laki 73 tahun ini.

Ia dituduh melakukan kudeta dan ditangkap menjadi Tapol.“Bagaimana saya tahu tentang kudeta saya hanya tukang clining service,”katanya. “Saya sudah ditangan Bapak, kalau mau bunuh, bunuh saja,” ingatnya. Samin dituduh melakukan kudeta karena waktu itu dia juga ketua pemuda rakyat.
Dia ingat, ada 12 orang yang diperiksa saat itu. Samin dipukuli dengan popor senjata“Dari jam 6 sore sampai jam 12 malam mereka menyiksa saya. Ada 6 tentara, mereka bergilir mengintrograsi saya,” ucap Samin.

Selama enam tahun Samin di asingkan dan dipenjara. Dipenjara itu tidak ada ventilasi atau cahaya yang masuk.”Cuma lubang kecil di depan pintu yang pas untuk piring saja,” katanya. “Makan, tidur dan bahkan berak pun disanaya,” lanjutnya.

Makannya saja, lanjutnya, cuma sdikit, kadang-kadang 2 buah buncis dipotong jadi lima. “Bahkan sangking tidak adanya makanan, teman-teman saya pernah makan rumput yang disiram air panas dan kulit pohon pisang,” kenang Samin. Banyak tahanan yang kena busung lapar hingga mati.
Saat ini Samin masih aktif di YPKP, tapi anggotanya sangat sedikit.”Sebenarnya saya mau ajak teman-teman yang lain, tapi ada yang tidak mau mengingat kisah ini lagi,mereka bilang, biarkan sajalah yang dulu terjadi tak usah diulang,” terang Samin.

Setelah lepas menjadi tahanan ada dampak dari dia dan korban lainya, karena mereka dituduh PKI. Ada hak-hak mereka yang tidak mereka dapati.”Contohnya saya, pernah mejadi ketua RT, tapi karena saya ekstapol, tidak ada SK atau pelantikan resmi dari pemerintah,” ucapnya.

Bahkan, lanjutnya, korban yang bekerja sebagai pegawai negeri, mereka di PHK tampa pesangon. “Bahkan mereka banyak yang pulang kampung (Korban banyak dari luar Riau), karena tak ada tempat tinggal,” tutur Samin.(Laporan Yosa Satrama Putra)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *