Rosyidi: MKM Mesti Miliki Aturan Selain Dauma

Terkait pelaksanaan sidang gugatan Pemira Fekon oleh MKM di ruang Sidang Semu pada Kamis (03/11) lalu, Dr Rosyidi Hamzah MH—Wakil Dekan II Fakultas Hukum UIR mengatakan, untuk menghindari terjadinya permasalahan baru, menurutnya MKM harus mempunyai aturan yang jelas seperti Mahkamah Konstitusi (MK) yang ada di Jakarta. Meski aturan tersebut tidak sama persis, minimal menyerupai.

Rosyidi mengatakan peraturan MKM harus terpisah dari Dauma. Karena menurutnya di Dauma hanya terdapat beberapa peraturan MKM secara umum saja, namun penjabarannya (hukum acara MKM) haruslah dimuat dalam peraturan yang dibuat MKM secara tersendiri dan tidak hanya berpatokan pada Dauma.

Menurut Rosyidi, hukum acara memanglah masalah yang sangat teknis, namun itu harus diatur dalam peraturan MKM. Tidak cukup jika hanya diatur dengan Dauma, harus ada turunannya yang mengatur tentang teknis beracara di sidang MKM dan disusun secara komprehensif. “Jika hukum acara MKM tidak dibuat, maka akan menimbulkan perdebatan yang akhirnya akan melemahkan MKM itu sendiri,” tuturnya.

Rosyidi menyarankan untuk membuat peraturan mengenai hukum acara persidangan di MKM, meski membuat peraturan itu sebenarnya bukan hal mudah selain harus melalui perjuangan serta pemikiran panjang, namun MKM juga wajib memahaminya.

Rosyidi juga menyatakan, bahwasannya penggunaan ruang Sidang Semua FH oleh MKM waktu itu tanpa izin dan sepengetahuan pihak fakultas, sehingga untuk melanjutkan sidang tersebut ke depannya MKM tidak diberikan izin.

Terkait beberapa hal yang dikomplen pihak kuasa hukum Cagub dan Cawagub terpilih (nomor urut 2), selaku Pembina MKM yang di SK kan oleh Rektor, Wira Atma Hajri menyatakan, seharusnya MKM memberi tahu apa yang akan digugat pada pihak termohon, agar ada pembelaan yang akan disiapkan nantinya dalam persidangan dan semua itu mesti disusun dalam peraturan MKM.

Mengenai jumlah majelis hakim dalam persidangan yang turut dikomplen termohon saat itu, menurut Wira, dalam kondisi normal harus ada sembilan hakim dan kondisi darurat tujuh hakim. Jika kurang dari itu, maka sidang mesti ditunda dan tidak bisa dilaksanakan hingga lengkap jumlahnya.

“Sidang hanya dilaksanakan sebanyak tiga kali dan sebaiknya bangun komunikasi yang baik kepada hakim, agar tidak terjadi salah paham antara kalian semua. Memang semua masih dalam proses belajar, namun harus mengacu atau merujuk pada MK sebenarnya, mesti tidak 100 persen sama,” tutup Wira.

Reporter : Dede Mutiara Yaste, Arniati Kurniasih
Editor : Laras Olivia
Fotografer: Sustriyanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *