Merancang Green Construction di KNTSP 2017

Program Studi Teknik Sipil dan Magister Teknik Sipil Universitas Islam Riau (UIR) adakan Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Perencanaan 2017 (KNTSP). Acara berlangsung di Aula Pasca Sarjana UIR dengan tema inovasi teknologi smart building dan green construction untuk pembangunan yang berkelanjutan. Kamis, (9/2).

Ir. Firdaus, MT—Wakil Ketua Panitia— jelaskan bahwa, acara ini diikuti oleh pemakalah dari berbagai Instansi Pendidikan Teknik Sipil, Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Serta Praktisi Nasional Indonesia. Tujuan untuk mendorong ilmu dan mengaplikasi tenaga keteknik sipilan dan perencanaan serta menjadi motivasi untuk terus melakukan penelitian.

Dari 46 makalah yang masuk terdapat 38 makalah terpilih untuk dipersentasikan dan dipublikasikan dalam KNTSP. Sedangkan peserta yang hadir berjumlah 217 peserta, 40 pemakalah dan 177 peserta. “Untuk pemakalah terbaik diberi penghargaan dengan mendapatkan kesempatan keluar dijurnal sainstis UIR edisi tahun 2017” ujarnya.

Prof .Drs. Ir. Agus Tofik Mulyono, MT—Universitas Gajah Mada (UGM)— terangkan bahwa green road atau jalan hijau adalah suatu kegiatan yang dalam aplikasinya baik dari material dan bahannya selalu bersifat ramah lingkungan. Jalan hijau bukan hanya tentang jalanan yang banyak memiliki tanaman, namun jalan hijau memiliki konsep adalah berkeselamatan dan berkepastian hukum.

Green road dalam negara-negara maju sudah membuat perhitungan atau rangking jalan berdasarkan lingkungan, yang dihubungkan dengan jalan dan peringkat jalan hijau. “Peringkat jalan hijau itu ada 4 dan Indonesia baru sampai 3 perhitungan jalan karena untuk Indonesia sendiri ini masih hal yang baru” jelasnya.

Menurut Agus Tofik Mulyono, jika ingin merancang gree road ada empat hal yaitu pemrograman, perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan. Disaat ingin membangun jalan, maka jalan tersebut mampu meningkatkan kesadaran pengguna untuk tidak menggunakan pada lajur-lajur yang tidak menjadi haknya. Saat ini seluruh jalan di Indonesia yang memiliki status jalan nasional bukan jalan tol tidak mempunyai kepastian hukum dalam penyelenggara pembangunan, perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan dikarenakan tidak memiliki penasehat hukum.

Green road dilakukan tidak hanya pada tahap jalur rotasi, pada tahap kontruksi bisa dilakukan penilaian, dan yang dinilai adalah sistem engginering, material, pengerasan jalan, mutu kontruksi. Sedangkan yang menilai bukan dari pemerintah melainkan dari bidang akademisi yang diusulkan oleh Walikota, Menteri, Gubernur.

Dalam Green road terdapat peringkat yang terdiri dari empat bintang. Pertama, untuk jalur yang telah memiliki persyaratan teknis jalan memiliki analisis life cycle coast dan izin lingkungan, masa berlaku lima tahun. Kedua, berisi penilaian 20 poin. Ketiga 30 poin dan keempat 45 poin.

Kelok sembilan yang berada di Sumatra Barat merupakan jalan yang pertama kali mendapatkan bintang empat, disusul dengan jalan yang ada di Bali. Sedangkan pada tahun 2015, kota Pekanbaru mendapatkan juara satu dan mengalahkan kota Surabaya, “Kota Pekanbaru merupakan salah satu kota yang memiliki peran besar untuk menjadi kota smart city dengan green roadnya” tambah Agus.

Tanah merupakan bahan kontruksi yang banyak digunakan sebagai jalan. Biasanya jalan-jalan pada tanah lunak menggunakan bahan beton tetapi dengan kapasitas lalu lintas yang memiliki beban besar membuat jalan bergelombang bahkan sampai patah-patah. “Karena itu banyak upaya-upaya yang telah dilakukan salah satunya dengan sistem Cakar Ayam Modifikasi (CAM),” ungkap Dr. Anas Puri, ST.MT – UIR.

CAM merupakan sistem perkerasan yang digunakan pada tanah lunak yang dapat meratakan lendutan yang terjadi dengan bahan material yang lebih ringan dengan berat 35 kilogram. Tanah lunak rentan terhadap perubahan air, dimana kadar air yang tinggi dapat membuat tanah mengembang sehingga air merembes melalui bahu jalan sehingga tanah terdorong keatas. Namun ketika musim kering, kadar air turun kekerasan tadi ditarik lagi kebawah sehingga menjadi bolak balik.

CAM ini salah satu metode yang berhasil diterapkan. Walaupun tanahnya turun, pengerasannya tetap dan tidak membuat lekukan pada jalan. CAM bukan metode berbaikan tanah melainkan sama seperti pengerasan pada umumnya, namun perbedaannya dengan metode pengerasan yang lain adalah SCM bisa menyesuaikan diri dengan perilaku tanahnya jika tanahnya turun maka CAM ikut turun.

Anas Puri berkata bahwa saat ini ada uji CAM di tanah gambut, “Di tempat kita ini bertanah gambut jadi harapannya dari uji CAM ini ada hasil dan bisa dilakukan di tanah gambut” tutupnya.

Reporter : Arniati Kurniasih
Editor : Sofiah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *