Hoax dan Kebebasan Pers

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru gelar seminar nasional Tren Gigital 2017 “Hoax dan Kebebasan Pers” pemateri Suwarjono (Pemimpin Redaksi Suara.com dan Ketua AJI Indonesia), Ir. Irvandi Gustari, SE, MBA (Direktur Utama Bank Riau Kepri) dan Miftah N Sabri (Pendiri dan CEO Selasar.com), sekaligus Konferensi Kota AJI Pekanbaru. Acara di Perpustakaan Soeman HS, Pekanbaru Sabtu, (18/3).

Acara dibuka oleh Suwarjono. Ia katakan harus saling mengingatkan bagaimana berperilaku dan memanfaatkan gadget di media sosial maupun online. Saat ini banyak informasi yang berseliweran. Kebiasaan buruk pengguna sosial banyak yang langsung mengshare tanpa memilih dan mengfilter berita.

Ia contohkan dengan dihebohkan munculnya video live streaming bunuh diri. Orang yang bermasalah keluarga suami dan istri. Karena suaminya ditinggal istri pergi ia curhat kepada audiens secara live, sambil menyiapkan tempat gantung diri. Hal tersebut sangat keterlaluan bagaimana menggunakan media publik untuk informasi yang sangat tidak masuk diakal. Karena bisa meninspirasi oranglain untuk melakukan hal yang sama. Apalagi pengguna sosial media tidak semuanya terdidik, yang tidak dapat mimilih dan memilah serta mengsharenya.

Banyak orang yang mengira dapat konten eksklusif bagus. Karena ingin eksistensinya diketahui publik dan ini terbaru dan pertama kali, maka langsung di share. Kebiasaan ini yang sangat buruk sekali. Tanpa pernah menyaring dan memilih, karena dirasa menarik langsung tanpa tau akibatnya.

Tujuan AJI; pertama, menjaga kebebasan pers. Bagaimana masyrarakat mendapatkan informasi. Kebebasan bukan berarti menjadi pers yang bebas. Tidak boleh membuat informasi lalu memanfaatkan peluang itu untuk membuat sesuka hati.

Kedua, meningkatkan profesionalisme, membuat informasi yang sebagian besar tuntutan pasar yang maunya instan. Sementara instan rawan dengan malpraktek. “Dan AJI harus tetap menjaga profesionalisnme kode etik jurnalistik untuk menjadi PR dan tidak pernah berakhir,” lanjut Suwarjono sambil mengingatkan kepada AJI.

Ketiga, menjaga agar marwah jurnalisme tetap menjadi acuan publik dalam mencari informasi ditengah banyaknya ribuan informasi. Bagaimana tetap masyarakat mengandalkan media sebagai rujukan serta check and recheck.

Saat penyampaian materi Suwarjono sampaikan Tren Digital 2017 hoax dan kebebasan Pers adalah hal yang berbeda. Namun bisa disatukan dengan perilaku pembaca, netizen dan user.

Faktor pendorong hoax anatara lain perkembangan internet 132,7 juta jiwa juta jiwa oleh Asosiasi penyelenggra Jasa Internet Indonesia (APJII), perubahan perilaku pembaca digital native khususnya kelahiran 1980-an dan ketidakpercayaan media mainstream karena media arus utama berkepentingan di politik dan bisnis.

Ciri hoax yaitu judul cenderung provokatif, kompor atau klik, nama situs media mirip, baru, tidak jelas atau tidaka adanya susunan keredaksian, konten opini, tidak jelas dan minim fakta, foto menipu alias tidak sesuai dengan caption serta akun baru dibuat, tidak jelas nan abal-abal.

Hasil survei pengguna internet pada 2016 berdasarkan pekerjaan Ibu Rumah Tangga (IRT) 16,6 % setara 22 juta jiwa, mahasiswa 7, 8 % setara 10,2 juta jiwa, pelajar 6,3 % setara 8,3 juta jiwa, Pekerja atau wiraswasta 62% setra 82,2 juta jiwa dan lainnya 0,6 % setra 796 ribu jiwa.

Fenomena pilkada Jakarta yang merambah sampai ke pelosok negeri. Bagaimana pilkada serentak 2017 yang menjadi pemberitaan pro dan kontra serta perdebatan (Agama, etnis, sara) terjadi di pilkada Jakarta. Sementara ada 100 pilkada lainnya di Indonesia yang mempunyai kasusyang sama, namun tak sebesar pemberitaan Pilkada Jakarta khususnya Ahok.

“Bagaimana teknologi digital mempengaruhi pembaca, dengan mana perilaku kita sedang di capture.” Dan “Kebiasaan sehari-hari membaca apa, maka seterusnya akan dikasih seperti itu. Seka tidak suka.”

Dengan digital harusnya makin berkembang, kenyataannya tidak demikan. Teknologi yang makin maju bukan memberikan keberagaman pemberitaan, malah mempersempit pemikiran. “Jika terus menerus itu yang didapat tidak akan berkembang,” tutup Suwarjono.

Lalu dalam dunia perbankan saat ini akses internet tersedia dimana saja dengan harga terjangkau dan pembayaran mudah, identifikasi nasabah dan transaksi dilakukan oleh sistem serta setiap transaksi dan aktivitas nasabah terdata dengan rapi. “Meski demikian para nasabah tetap harus berhati-hati saat melakukan transfer, saat ini banyak penyalahgunaan pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan transfer menyebabkan uang berpindah atau hilang sewaktu-waktu,” ucap Irvandi Gustari.

Miftah N Sabri katakan jadilah orang baik di internet, patuhi standar prilaku dunia maya seperti halnya di dunia nyata, jangan melawan hukum; intimidasi, penghinaan, ancaman/teror, perdagangan narkoba, seks, judi dan lainnya.

Konferta AJI Pekanbaru terpilih Firman Agus (Riau Pos) dan Nolpitos (Tribun Pekanbaru) sebagai Ketua dan Sekretaris AJI periode 2017-2020.

 

Reporter : Sofiah

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *