Puisi Anggun Sanggita; Peran-Peran (Tak) Nakal

Pilar-pilar Semu

Kapsul kristal ku telah memuntahkan ribuan kata

Tanpa berharap tahta, pilar kapsul ku porak poranda dalam satu kali deram nan temaram

Cerita yang ingin sekali aku enyahkan dalam setiap percik air

ketika anak sungai mulai berontak dalam perjalanan yang asing adanya

Pilar-pilar non metropolitan, telah menunggu kapsul yang tak berpenyangga ini di seberang

Kehidupan yang hangat, namun terasa dingin bagi jiwa yang bersembunyi di balik kapsul kristal penuh pilu dan duka itu..

Aku yang masih ragu-ragu untuk berpijak, bertanya

mana kala satu dari pilar-pilar itu goyah, akan kah barisan yang menggebu itu musnah?

Tidak tau mana yang lebih menarik, menghancurkan pilar nan porak poranda,

atau justru memporak porandakan pilar-pilar gagah bersaudara dalam barisan semu yang menggoda..

 

Peran-peran (Tak) Nakal

Jiwa-jiwa yang bernafas di atas jala.

Sulit untuk mencari kemurnian, namun bukan di tempat ini ku temui keruhnya.

Semula mengubah langit mendung menjadi cerah, langit cerah menjadi berwarna, lalu kembali mendung hanya dalam satu detik, saat diriku menggenggam tangan yang lain.

Tak tau mana dekapan-dekapan yang aku butuhkan dan membutuhkan ku.

Hingga semula, semua telah ku sangka palsu.

Aku tidak tau harus dari mana menyibak tirai langit biru negri di atas laut yang ku pijaki ini.

Apa kah dua kristal Merah muda ini adalah wasiat cinta yang legendaris di negri mereka?

Dan ketika aku menerimanya, maka aku adalah bagian dari permainan, atau benar-benar guratan dalam cerita hidup yang tidak akan pernah mereka lupa?

Dalam binar ketulusan aku mendapati peran-peran yang menarik telah berhasil mereka lakoni.

Karena sejatinya, dalam dunia yang penuh teka-teki ini, sulit untuk memahami, terlebih jika aku harus memberi arti.

 

Kembali Menuju Daratan Keabadian

Lagi-lagi bukan fatamorgana.

Sepenggal kata yang harus aku utarakan saat diri dan nadi tertambat disebuah dermaga, lalu menepi.

Aroma khas alam, telah menyapa indra ku sebagai perayaan penyambutan.

Warna alam saling sautan memaknai kedatangan dengan raut yang beraneka.

Hari-hari berlalu begitu cepat, alam ku, alam kami, dan alam mereka telah menyatu menjadi satu.

Berpijak di bumi yang tenang, tapi bukan bisu.

Mendayung di tengah-tengah kedalaman, tapi tak menenggelamkan.

Aku disini belajar tentang banyak hal.

tentang diri ku, tentang kita, dan tentang semua.

Hingga hari perpisahan itu benar-benar tiba.

Ketika jiwa dan raga terpaku, di poros singgasana dermaga yang penuh keheningan, tiada duanya.

Hingga hari perpisahan itu benar-benar tiba.

Ketika jiwa dan raga ku dihantarkan oleh suara ombak dan angin

hingga sejauh mata memandang.

Menghilang dibalik anak daratan, hingga kembali menjajaki daratan keabadian.

Selamat tinggal pulau cawan.

Selamat tinggal negri diatas laut.

Jika rindu, ketahuilah,  jiwa dan raga ku masih terpaut di dermaga itu.

 

 

Profil Penulis: Anggun Sanggita. Kelahiran Duri, 16 Oktober 1997. Saat ini, ia sedang melanjutkan pendidikannya sebagai mahasiswa Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Riau. Jika ingin terhubung dengannya, silahkan melalui : Email :[email protected]

HP : 0822 6888 8060 FB :Anggun Sanggita

 

Ilustrasi :Pinterest.com

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *