Pandemi dan Pendidikan Masa Kini


Penulis: Rahmat Amin Siregar


Dua sisi gerbang itu kini tertutup rapat. Sebuah tenda merah terpasang kokoh di balik gerbang, hiruk pikuk pagi harusnya ramai oleh kendaraan lalu lalang melewati gerbang, kini sepi tersisa. Biasanya selalu ada seorang lelaki berdiri tegap, dilihat dari seragam lengkapnya dapat diketahui bahwa ia adalah petugas keamanan, yang sudah ada sedari pagi untuk mengarahkan kendaraan masuk wilayah kampus. Namun kini, tak tampak lagi kesibukan itu.

Deru kendaraan di jalanan kampus, berganti dengan dedaunan yang jatuh memenuhi ruas jalan. Ramai-ramai mahasiswa bercengkrama di kantin fakultas, namun kini, telah berubah menjadi deretan bangku tersusun rapih di atas meja. Tidak ada lagi mahasiswa yang berfoto selepas sidang akhir di sisi kanan gedung rektorat. Ruang kelas yang terang berubah menjadi gelap, tidak terdengar suara dosen yang sedang menerangkan di dalam kelas.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengeluarkan surat edaran tentang pembelajaran Dalam Jaringan (Daring) dan bekerja dari rumah, untuk pencegahan penyebaran Corona Virus Disease-19 (COVID-19), yang mulai diterapkan pada 9 Maret 2020. Disini semua berawal, sektor pendidikan di indonesia harus beradaptasi di tengah pandemi. Kini pekerjaan rumah berjalan bersama pendidikan di Indonesia.

Mutu Pendidikan di Masa Pandemi: Antara Teknologi, Jaringan Internet dan Komitmen Dosen

Universitas Islam Riau (UIR), dengan jumlah mahasiswa aktif yang tercatat hingga September 2019 sebanyak 27.210 orang, tersebar di 42 program studi. UIR meliburkan perkuliahan tatap muka dan menggantikannya dengan metode daring pada 16 Maret 2020 lalu, melalui surat edaran rektor terkait kewaspadaan dini menyikapi pandemi COVID-19. Hal ini memaksa mahasiswa untuk terbiasa dengan pembelajaran Daring.

Tidak terkecuali Bayu Pradana, demi mengikuti perkuliahan Daring, ia rela menempuh jalan Sejauh 12 kilometer, setengah jam perjalanan menggunakan sepeda motor, dengan kondisi jalan banyak yang berlubang, untuk menuju ke rumah temannya agar dapat mengakses internet. Setidaknya tiga sampai empat kali dalam seminggu mahasiswa Teknik Informatika UIR ini melakukannya.

Bukan tanpa alasan, jaringan internet yang sering bermasalah akibat listrik padam, memaksa Bayu untuk pergi.

“Sistem absensi di awal dan akhir kuliah Daring, mengharuskan saya untuk pergi ke rumah teman karena situasi yang tidak bisa dibaca,” ujar Bayu menerangkan ketakutannya jika dianggap membolos kuliah.

Dalam survei AKLaMASI Institut pada awal September 2020 lalu, dengan metode acak atau random sampling kepada mahasiswa UIR. Dari survei tersebut ditemukan 58% dari jumlah responden masih mangalami masalah jaringan dan kuota data internet dalam perkuliahan Daring.

Namun persoalan tidak berhenti di sana. Pada semester genap tahun 2019/ 2020 di awal pelaksanaan kuliah Daring, masih terdapat beberapa dosen yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk memberikan perkuliahan.

Sebagian besar mahasiswa pada survei tersebut mengaku dosen hanya memberikan tugas dan materi perkuliahan sekaligus dalam satu waktu tertentu, misalnya sebelum ujian tengah semester. Mereka melakukan itu tanpa memberikan penjelasan atas materi perkuliahan yang diberikan sehingga mengakibatkan ketidakpahaman mahasiswa.

Nur, seorang mahasiswi semester tiga di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), merasa tidak mendapat ilmu pengetahuan di semester lalu. Menurutnya, kuliah Daring di kampus temannya lebih interaktif dengan pola komunikasi dua arah, antara dosen dan para mahasiswa.

“Aku merasa gak dapat ilmu apa-apa semester lalu, kebanyakan dosen hanya bertanya seputar perkembangan COVID-19 pada tugas yang diberikan tanpa memperhatikan kesesuaian materi kuliah”.

Berbagai masalah bukan tidak ditemui dosen dalam perkuliahan Daring ini, kecakapan dan kesiapan terhadap teknologi informasi adalah salah satunya, terlebih bagi dosen senior.

Wakil Rektor I bidang akademik UIR, Dr. Syafhendry, M.Si mengakui bahwa masih banyak dosen pada mata kuliah yang memerlukan perhitungan, praktikum, ataupun gambar,  belum memahami bagaimana cara yang paling sesuai agar mahasiswa bisa memahami dengan baik beberapa mata kuliah tersebut.

Namun semua itu berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan seorang dosen aktif Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan (FKIP) UIR, Noni Andriyani, S.S., M.Pd. Ia tidak merasa kesulitan untuk beradaptasi terhadap teknologi yang digunakan untuk belajar Daring. Metode pembelajaran secara ceramah, penugasan, dan diskusi virtual rutin diterapkannya.

“Cukup efektif namun, tentunya tidak dapat dibandingkan dengan kelas tatap muka langsung pada kondisi normal”.

Tetapi masalah bukan tidak dihadapi Noni, permasalahan jaringan mahasiswa sering menjadi kendala saat melaksanakan perkuliahan. Sering kali akibat cuaca yang tak menentu seperti hujan deras dan petir, mahasiswa terpaksa tidak dapat mengikuti perkuliahan.

Belum lagi perihal masih banyaknya mahasiswa yang berbuat curang dalam pelaksanaan kuliah Daring. Seperti saat diberikan tugas, Noni kerap kali menemukan mahasiswa yang mencontek jawaban teman.

Disisi lain, Lembaga Penjamin Mutu (LPM) UIR telah melaksanakan survei di masa pandemi ini mengenai platform belajar apa saja yang digunakan dosen pada perkuliahan daring semester genap 2019/ 2020.

sumber: Lembaga Penjamin Mutu (LPM) UIR

Hasil yang didapat dari survei itu, mayoritas dosen masih menggunakan platform belajar yang dominan berbasis teks. Tentunya ini menyebabkan rendahnya intensitas komunikasi dua arah antara dosen dan mahasiswa.

“Oleh karena itu, wajar jika ada keluhan mahasiswa tidak paham dengan materi dan tugas menumpuk. Sedangkan melalui pembelajaran langsung saja, masih ada mahasiswa yang mengalami kesulitan memahami materi perkuliahan,” jelas Syafhendry.

Kemana Arah UIR?

Menyoal tentang metode pembelajaran yang efektif selama kuliah Daring, Syafhendry menilai yang paling memungkinkan digunakan saat ini adalah sesuai apa yang telah ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Peraturan nomor 3 tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Di dalam peraturan tersebut diatur bahwa pertemuan pada mata kuliah per semesternya wajib 16 kali, termasuk ujian tengah dan akhir semester. Selain itu, juga diwajibkan agar perkuliahan dilakukan dengan tatap muka virtual minimal empat kali.

Center of E-Learning and Education for Students (CERDAS) adalah platform belajar yang tengah disiapkan UIR melalui biro Sistem Informasi dan Komputasi (SIMFOKOM). Pada awalnya, CERDAS direncanakan efektif digunakan untuk menunjang kegiatan pembelajaran Daring semester ganjil 2020/ 2021.

Keterlambatan ini disebabkan meningkatnya permintaan aplikasi maupun pekerjaan yang lain membutuhkan SIMFOKOM. Namun, CERDAS versi pertama telah rampung dan siap untuk disosialisasikan penggunaannya kepada dosen dan mahasiswa. Syafhendry mengharapkan CERDAS dapat dipakai untuk mahasiswa baru. Sedangkan bagi mahasiswa lama disarankan juga untuk memanfaatkannya.

“Tapi jika sekiranya merepotkan dosen untuk berpindah, maka platform yang sebelumnya dipakai pun tidak menjadi persoalan,” lanjut Syafhendry.

Terkait mutu pendidikan, Syafhendry menjelaskan, UIR memiliki LPM untuk memastikan berjalannya sistem penjaminan mutu internal yang sesuai dengan regulasi pemerintah. Selain itu, UIR telah mengembangkan sistem penjaminan mutu tersendiri dengan sebutan Sistem Daring Evaluasi Diri (SADAR DIRI).

Ada yang Lain di Sisi Daring

Dian Adriana, seorang mahasiswi yang menetap di Pekanbaru bersama keluarganya ini memliki probematika perkuliahan Daring.

Sehari-hari selama kuliah Daring, Dian memiliki kegiatan lain yang ikut serta mempengaruhi pola belajarnya. Mulai dari membantu orang tua di rumah dan mengajari adiknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar.

Akibat dari kompleksitas kegiatan yang dilakukan Dian dalam waktu yang berdekatan, ia mengaku mengalami masalah mental dalam menghadapi perkuliahan Daring. Tumpukan tugas dengan waktu pengumpulan yang singkat, waktu perkuliahan yang tak menentu, serta pemahaman terhadap materi yang kurang.

 Selain itu, mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini, merasa kecewa terhadap dirinya sendiri terkait Indeks Prestasi (IP) yang diraihnya pada satu mata kuliah tertentu. Mendapat IP yang sangat baik tapi disisi lain dirinya merasa kurang memahami materi perkuliahan.

“Dosen yang berbaik hati memberikan nilai bagus, tapi tidak enak juga kita gak ngerti. Ilmu ini akan diaplikasikan ke masyarakat bukan cuma untuk diri sendiri,” tutur Dian menjelaskan kekhawatirannya.

Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis data hasil survei terkait pembelajaran Daring. Survei nasional SMRC ini dilaksanakan pada 5-8 Agustus 2020 dengan melibatkan 2.201 responden yang dipilih secara acak.

Pada hasil yang ditemukan, 92% peserta didik mengalami banyak masalah dalam mengikuti pembelajaran Daring selama pandemi COVID-19. Dikutip dari saifulmunjani.com, Manajer Kebijakan Publik SMRC Tati Wardi, Ph.D, mengatakan temuan ini penting diperhatikan pemerintah karena kondisi ini berpotensi mengganggu pencapaian yang diharapkan pemerintah melalui penerapan kegiatan pembelajaran jarak jauh.

“Pembelajaran secara Daring ini tentu harus diterapkan pemerintah. Namun, pemerintah perlu memperhatikan secara serius beban yang dihadapi masyarakat, terutama bila kebijakan ini masih akan terus dilanjutkan,” ujar Tati.

***

Penulis merupakan peserta terpilih dari “Program Jurnalisme Pelayanan Publik di Masa COVID-19” oleh Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH atau GIZ  Jerman dan KemenPAN RB.


Editor: Arniati Kurniasih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *