British Invasion yang Membombardir Kehidupan Remaja Amerika

Ketika musisi asal Inggris—termasuk The Beatles—menginvasi panggung musik di Amerika, majalah Life pada 1964 menuliskan, “Pada [1776] Inggris koloni Amerikanya. Minggu lalu The Beatles mengambilnya kembali.”


Penulis: Gerin Rio Pranata


Seperti yang diketahui, pada tahun 1776 kerajaan Inggris kehilangan koloninya di daerah yang disebut Tanah Harapan—saat ini Amerika. Hal ini dipicu pemerintah kerajaan Inggris yang menaikkan pajak dengan sewenang-wenang. Oleh sebab itu, para masyarakat Amerika ingin merebut hak hidup yang bebas, termasuk hak untuk mengejar kebahagiaan.

188 tahun kemudian, Inggris kembali merebut Amerika namun tidak menjadikan negara tersebut sebagai koloni untuk berperang dan meminta pajak yang tinggi kepada masyarakat. Invasi Inggris kali ini lebih merujuk kepada kebudayaan yang akhirnya disebut sebagai British Invasion.

Hal ini bermula ketika single mereka yang bertajuk I Want to Hold Your Hand masuk ke dalam top chart untuk lagu Top Forty di Billboard pada 7 Februari 1964 dan bertengger selama 2 minggu.

Hadirnya The Beatles di Amerika pada era tersebut membuat musik Rock & Roll kembali mengudara di kalangan remaja-remaja Amerika. Hal ini menjadi “serangan balik” bagi Amerika, sebab musik-musik yang lahir dari tangan dingin seniman Inggris juga terinspirasi dari musisi asal Amerika seperti, Elvis Presley, Little Richard, Muddy Waters, hingga James Brown.

Namun, dalam perkembangannya musik-musik tersebut diadopsi dengan memasukan unsur-unsur tradisi lokal seperti dancehall, pop, dan Celtic folk. Mereka merumuskan musik original yang dapat mereka klaim, mainkan, dan nyanyikan dengan percaya diri.

Kedatangan The Beatles di Amerika membuat kegamangan bagi remaja-remaja di negara yang dijuluki Paman Sam itu untuk menafsirkan fenomena tersebut. Hal ini dikarenakan tidak adanya media alternatif yang memberitakan kejadian tersebut. Oleh sebab itu, pemberitaan terkait British Invasion ini diakuisisi oleh berita-berita mainstream di Amerika.

Lebih lanjut, masyarakat Amerika yang memegang teguh semangat American Dream menyebut kelompok yang digawangi Paul McCartney, George Harrison, Ringo Starr, dan John Lennon ini sebagai (Fab) Four Horsemen of the Apocalypse.

Menukil dari Rolling Stone Magazine, Sosiolog Harvard, David Riesman dalam wawancaranya dengan US News and World Report, ia ditanya.

“Apakah kehebohan para penyanyi yang menyebut diri mereka The Beatles merupakan tanda bahwa anak-anak muda Amerika menjadi gila?”

“Tidak ada yang lebih gila dari sekarang.” Riesman menjawab.

Generasi remaja Amerika yang sebelumnya mengalami kesenjangan dengan lingkungan disekitarnya, setelah The Beatles menginvasi negara tersebut, generasi tersebut bangun dari tidur panjangnya dan menganggap fenomena ini menjadi peristiwa yang penting bagi mereka dan menemukan solidaritas untuk kalangannya.

Tidak hanya The Beatles, band-band seperti The Rolling Stones, The Yardbirds, The Kinks, The Animals, The Who, serta beberapa musisi solo lainnya—salah satunya Donovan—juga ikut menyemarakkan panggung budaya Inggris yang sedang menginvasi Amerika.

Tidak hanya musik, remaja Amerika saat itu juga jatuh cinta dengan aksen Inggris, mode trendi, dan gaya rambut baru. Tapi sebagian besar adalah musik. Invasi Inggris juga membuat ledakan musik kreatif di Amerika pada pertengahan tahun 60-an. Penjualan gitar melonjak. Rambut panjang untuk pria muda langsung populer. Bendera Inggris menjadi pernyataan mode. Sebuah pers musik lahir. Band-band baru terbentuk di seluruh Amerika.

Hal tersebut ditandai dengan hadirnya band The Byrds yang terinspirasi dari suara musik The Beatles. Selain itu, Brian Wilson (The Beach Boys) juga terinspirasi dari album The Beatles—Rubber Soul dan Revolver Milik—untuk membuat mahakaryanya, Pet Sounds. Lebih lanjut, Jefferson Airplane juga mulai meniti karirnya ketika British Invasion sedang marak-maraknya di Amerika, khususnya San Fransisco.

Berdasarkan grammymuseum.org, di Boston, The Standells juga mencerminkan musik Rolling Stones. Di New York, transisi Bob Dylan dari folk ke rock berkat The Beatles. Di Detroit, aksi Motown menafsirkan lagu-lagu Beatles. Bahkan di Texas, di mana Sir Douglas Quintet terlihat dan terdengar lebih Inggris daripada Texas, efek dari Invasi Inggris terasa.

Tidak hanya mengilhami musisi Amerika, pengaruh ini juga memiliki dampak bagi desain-desain rumah yang terletak di pinggiran kota Amerika. Remaja-remaja Amerika ketika itu menghendaki ruang privasi di rumahnya dengan meminta kamar terpisah dengan keluarganya. Tidak perlu untuk meminta alasan yang kompleks, sederhana saja, para remaja ketika itu ingin menaruh poster-poster idola mereka—yang berkontribusi dalam British Invasion—di dinding kamarnya. Selain itu, fonograf dan rekaman-rekaman dari musisi Inggris juga menghiasi seisi ruangan kamar mereka yang berjejer dengan rak buku.

Hal ini menjelaskan bagaimana penerimaan fanatik dari berbagai kalangan remaja di Amerika Serikat. Sebelumnya, Inggris tidak dikenal sebagai sarang untuk musik Rock & Roll. Pada tahun 1950-an, Inggris tidak memiliki banyak hal yang bisa ditawarkan selain meniru penyanyi Rock & Roll Amerika. Menurut penulis asal Inggris, Nick Cohn musik pop Inggris tidak lebih dari sekedar lelucon.

“Tidak ada yang bisa menyanyi dan tidak ada yang bisa menulis dan bagaimanapun juga, tidak ada yang peduli” katanya.


Editor: Rahmat Amin Siregar


Gambar: pexels.com/Ian Taylor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *