Kuliah Umum Operasional Industri Hulu Migas di Provinsi Riau

Sejarah awal penandatangan kontrak CPP terjadi pada tanggal 9 Agustus 1971.  Penemuan ladang minyak pertama kali di jumpai di daerah Kasikan pada 1972 dan mulai berproduksi untuk pertama kalinya, tahun 1975. 


Penulis: Arif Widyantiko


Universitas Islam Riau (UIR) mengadakan kuliah umum bersama General Manager Badan Operasi Bersama (BOB) PT. Bumi Siak Pusako–Pertamina Hulu, Ridwan, ST., MT selaku narasumber pada Jumat (24/12). Kegiatan ini dilaksanakan di kampus UIR secara hybrid  dihadiri oleh seluruh civitas akademika UIR. Kuliah umum ini mengangkat tema “Operasional Migas di CPP Block oleh BOB PT Bumi Siak Pusako – Pertamina Hulu.”

Dalam pemaparan Ridwan menyampaikan sejarah awal BOB PT Bumi Siak Pusako – Pertamina Hulu dibentuk pada tahun 2002.  Penandatangan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS)  pengelolaan Migas Blok Coastal Plains and Pekanbaru (CPP) berlangsung di Jakarta pada 9 agustus  2002 dengan masa berlaku selama 20 tahun. Dengan sistem bagi hasil 50% kepada PT Bumi Siak Pusako dan sisanya, 50% lagi  diberikan kepada Pertamina – Hulu.

“Sumber cadangan terbesar Blok CPP adalah di Blok Zamrud Area yang merupakan Kawasan Hutan Nasional. Sehingga dalam operasionalnya  memiliki tantangan dan berbagai macam aturan yang ada, diantaranya larangan penebangan hutan serta adanya sanksi melakukan pembuangan air secara sembarangan”. Papar Ridwan.

Peta lokasi  Blok CPP sendiri  dibagi atas 3 area yaitu Zamrud Area yang berhadapan dengan Kawasan Hutan Nasional, sementara Pedada Area dekat dengan area pemukiman penduduk  dan aliran sungai sedangkan West Area berdekatan dengan lahan kebun sawit sebuah perusahaan.

Dengan adanya operasional sumber daya alam migas ini memberikan manfaat yang luas terhadap peningkatan pendapatan daerah, serta, membuka lapangan pekerjaan di industri migas sehingga membantu percepatan pembangunan di  daerah.

Usai pemaparan materi selesai, dibuka sesi tanya-jawab, beberapa mahasiswa mengajukan pertanyaan. Salah satunya, Riko Afrizal mahasiswa angkatan 2018 Program Studi (Prodi) Teknik Perminyakan.

Ia menanyakan terkait dampak yang dirasakan Pertamina atas adanya perubahan UU No 8 Tahun 1971 yang meletakan Pertamina sebagai perusahaan migas,  dengan fungsinya sebagai operator sekaligus regulator, akan tetapi dengan adanya perubahan UU No 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, saat ini pertamina  tidak lagi memiliki kewenangan membuat regulator.

“Memang betul  saat ini yang memegang regulasi adalah pemerintah pusat dan  SKK Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, ketika dulu Pertamina menjadi regulator dan operator itu seperti layaknya permainan bola, saya wasit sekaligus pemain sehingga tidak adil. Maka dari itu dibentuklah SKK Migas untuk menjembatani antara pemerintah dan perusahaan yang akan mengelola  Blok atau wilayah kerja pertambangan,” jawab Ridwan.

Dalam penjelasannya Ridwan mengatakan ketika perubahan UU tersebut terjadi, di awal perjalanannya Pertamina seperti  perusahaan swasta dan tidak memiliki hak istimewa. Namun seiring berjalannya waktu, Pertamina merasakan efek perubahan tersebut. Hal ini terbukti, saat ini, Pertamina dapat mengelola Blok Chevron yang telah habis kontrak melalui unit usaha PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).

Selain itu turut hadir pula Andresiah—Alumni UIR—yang juga pengisi materi kuliah umum. Andresiah menceritakan pengalaman karir bekerja di Chevron selama 13 tahun dan tahun 2014 memutuskan hijrah  bekerja  di  Abu Dhabi National Oil Company (Adnoc)  di United Emirat Arab, Abu Dhabi.

“Saya mencari peluang ke Timur Tengah karena ingin mendapatkan  pengalaman kerja di dunia global, dimana dapat bekerja dengan orang dari berbagai belahan dunia, dan itu sangat bagus untuk mencari pengalaman, wawasan dan menambah ilmu pengetahuan,” ungkap Andresia.

Akhir sesi kuliah umum, Viniza Janeza mahasiswa angkatan 2021  prodi Teknik Perminyakan menceritakan pengalaman magang sekaligus mengemukaan pertanyaan terkait bagaimana upaya perempuan apabila mengalami subordinasi di lingkungan perusahaan.

“Mungkin sebagian dari kita masih ada yang mempunyai paradigma kasihan dan khawatir terhadap perempuan yang bekerja, tetapi  setiap perusahaan tentunya memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) tertentu. Jika menjalankan sesuai SOP dengan baik dan benar tentu itu tidak jadi masalah, oleh karena kita sebagai perempuan  perasaan rendah diri harus dihilangkan dan  kepercayaan diri harus tetap kita tingkatkan,“ pungkas Andreasih. 


Foto: Dokumentasi pribadi

Editor: Rahmat Amin Siregar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *