Teknik Liputan Trauma, Bekal Wartawan Mengusut Kasus Kekerasan Seksual


Oleh: Muhammad Hafiz Hasibuan


Bersama perwakilan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) se-Indonesia yang mengikuti Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional (PJTLN), LPM Bahana Mahasiswa yang bertindak sebagai penyelenggara pelatihan juga mengadakan diskusi perihal kekerasan seksual yang terjadi di kampus.

Pendiri Yayasan Pantau sekaligus pemateri untuk pelatihan tersebut, Andreas Harsono turut hadir dalam diskusi yang diadakan Jum’at, 22 Juli 2022, di Aula UPT Diklat Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Pekanbaru. Diskusi ini berbicara perihal advokasi dan peliputan untuk kasus kekerasan seksual.

Shandy Wahyudi, perwakilan LPM Patriotik Universitas Batanghari Jambi mengatakan, “Dalam meliput berita kekerasan seksual, banyaknya korban dialami oleh perempuan, namun jika wartawan laki-laki yang meliput, itu pastinya akan membangkitkan trauma pada korban.” Shandy juga menanyakan perihal teknik wawancara bagi wartawan perempuan dalam menggali informasi pelecehan seksual kepada korban.

Menurut Andreas, dalam liputan kekerasan seksual juga berpengaruh terhadap siapa wartawannya, hal ini bukan kerena laki-laki tidak mengerti, namun akan menimbulkan trauma lebih besar bagi korban, karena ia mengalami pelecehan dari laki-laki.

Terkait Teknik wawancara, Andreas mengatakan, “Ikutilah pelatihan peliputan trauma, dan liputan trauma itu bukan hanya kekersan seksual saja,” saran Andreas kepada peserta diskusi tentang meliput kekerasan seksual tersebut.

“Dalam liputan trauma sudah banyak studi yang bagus, bahkan ada pusat studi trauma namanya Dart Center for Journalism and Trauma di New York. Lembaga tersebut banyak melakukan studi tentang kesulitan, tantangan, dan pedoman untuk liputan trauma,” imbuhnya.

Diskusi ini juga membahas perihal kasus kekerasan seksual yang diterima mahasiswi jurusan Hubungan Internasional Universitas Riau (UR)—Bintang (nama samara)—ketika bimbingan skripsi pada 27 Oktober 2021 lalu.

Usai melakukan bimbingan, Bintang menerima kekerasan seksual yang dilakukan oleh dosen pembimbingnya yang pada saat itu juga menjabat sebagai Dekan Fisip (Fakultas Ilmu Sosial dan Politik) UR.

Agil Fadlan, perwakilan Komahi (Korps Mahasiswa Hubungan Internasional) UR menyampaikan rentetan kejadian itu. “29 Oktober, Bintang menemui Komahi setelah sebelumnya melaporkan kepada pihak fakultas, namun ditolak,” ungkapnya.


Editor: Gerin Rio Pranata

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *