Sidang Pemira Gubenur Fekon Berjalan
Beberapa hari usai penyerahan gugatan oleh Kuasa Hukum dari Calon Gubenur dan Calon wakil Gubenur (Cagub dan Cawagub) tidak terpilih (nomor urut 1)—Setiadi Wanly dan Fadel Husaini, Fakultas Ekonomi kepada ketua Mahkamah Konstitusi Mahasiswa (MKM) Universitas Islam Riau (UIR)—Angki Mei Putra, pada 25 Oktober lalu, kini sudah mulai dipersidangkan di ruang Sidang Semu Fakultas Hukum, Kamis (03/11).
Sidang gugatan tersebut diagendakan dalam No. 001 /A / LYM / II / 2016, dengan perihal sengketa Pemilihan Raya Mahasiswa (Pemira) Fekon.
Di ruang sidang, pukul 14.18, sudah hadir pasangan tim Pemohon (Cagub dan Cawagub nomor urut 1 beserta kuasa hukumnya)—Mirwansyah dan Firman. Selang beberapa menit, turut hadir dua orang dari Panitia Pemilihan Raya Mahasiswa (PPRM)—Termohon, dan kuasa hukum pasangan Cagub- Cawagub terpilih (nomor urut 2) dan beberapa pengunjung sidang lainnya.
Panitera mulai membuka sidang dengan membacakan agenda sidang beserta tata tertib persidangan bagi pengunjung. Tata tertib tersebut berisi beberapa larangan, diantaranya; membawa senjata tajam- alat demontrasi, membuat gaduh, mengaktif suara alat komunikasi, makan- minum, menghina, dan argumen sanggahan serta ancaman terhadap independensi hakim dalam memutuskan perkara.
Usai itu, Pemimpin Sidang (Hakim Ketua) bacakan kegiatan yang akan dilangsungkan dalam persidangan, meliputi; pemeriksaan kelengkapan dan kejelasan materi pemohon, memberikan nasehat pada pemohon untuk melengkapi perbaikan permohonan, perbaikan permohonan, serta pengesahan alat bukti yang diserahkan kuasa hukum Penggugat.
Selepas para penasehat hukum menunjukkan surat bukti kuasa hukum pada Ketua Hakim dan jajarannya, pihak pemohon kemudian membacakan isi gugatannya mengenai keberatanannya mengenai rekapitulasi hasil Pemira Fekon tahun 2016 oleh Panitia PPRM.
Firman—Salah satu Kuasa Hukum pasangan nomor urut 2 (Pemohon) membacakan pokok- pokok permohonan gugatan yang terkait panitia PPRM dan pasangan Cagub- Cawagub nomor urut 2, bahwa surat suara Pemira hanya dicetak sebanyak 1.448 lembar oleh PPRM, dengan demikian sebanyak 2.439 mahasiswa kehilangan hak untuk memilih, dan pasangan Cagub dan Cawagub nomor urut 2 telah melanggar daulah mahasiswa (Dauma) Pasal 20 tentang pelanggaran-pelanggaran dalam peraturan Pemira tanggal 1 Oktober 2016. “Dengan begitu, pasangan nomor urut 2 telah menciderai asas demokrasi,” ujar Firman.
Pihak nomor urut 1 (Pemohon) menyatakan tidak sah dan tidak memihak pada berita acara rekapitulasi hasil perhitungan suara oleh PPRM. Mereka meminta agar dibatalkannya berita acara hasil rekapitulasi tersebut. Menurut mereka, terpilihnya Beni Setyawan dan Eko Fredy S sebagai gubernur dan wakil gubernur Fekon tahun 2016 tersebut tidak sah.
Mereka meminta agar PPRM melakukan pemungutan suara ulang Cagub-Cawagub di Fekon dalam waktu selambat-lambatnya satu bulan sejak putusan MKM ditetapkan nantinya. Serta mendiskualifikasi pasangan nomor urut 2 dalam Pemira ulang, sebab telah melakukan pelanggaran hukum.
Ada beberapa catatan terkait alat bukti terkait gugatan selain kemoloran waktu oleh pihak panitia Pemira, seperti beberapa perwakilan mahasiswa tidak dapat memilih, perwakilan saksi, pencemaran nama baik serta pengadu dombaan yang akan dibuktikan atau dilampirkan dengan rekaman dalam flashdisk, dan penahanan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) beberapa perwakilan mahasiswa oleh pasangan terpilih (nomor urut 2).
Menanggapi gugatan yang dibacakan oleh pihak Pemohon, Pihak Termohon dari PPRM mengakui akan kesalahan dan kekurangan dalam pencetakan surat suara seperti yang disampaikan tersebut.
Sedangkan dari pihak kuasa hukum nomor urut 2, Fatur Rahman, Ahmad Hendrizal dan rekannya angkat bicara mengenai hasil gugatan Pemohon (pasangan nomor urut 1) tersebut. Kuasa hukum nomor urut 2 menyatakan keberatan atas kelangsungan sidang acara tersebut.
Mereka menanggapi dari segi aturan hukum acara pelaksanaan sidang tersebut, dimana harus dihadiri sebanyak sembilan Majelis Hakim, sedangkan yang hadir hanya lima Hakim. Berdasarkan Dauma, Hukum Acara bagian pertama tentang sidang MK, bahwa MK memeriksa, menghadiri, memutuskan dalam sidang yang dipimpin oleh MK dengan jumlah sembilan orang Majelis Hakim, kecuali dalam keadaan luar biasa dengan tujuh Hakim MK.
“Kami tidak sepakat, karena sidang ini tidak memenuhi unsur persidangan. Selain itu dalam gugatan pihak Pemohon, bahwa pihak kuasa hukum nomor urut 1 terlalu banyak membacakan kekurangan dan menyudutkan Cagub, Cawagub nomor urut 2 yang terpilih, dan itu merupakan pencemaran nama baik, merusak kehormatan,” sanggah Rizal, panggilan Ahmad Hendrizal.
Menurut Rizal, terdapat beberapa keganjilan dalam gugatan tersebut. Dalam pemberitahuannya, pihak Pemohon menggugat Panitia PPRM, tapi kenyataannya dalam sidang gugatan yang berlangsung, isi gugatan lebih banyak menyinggung kekurangan dan memojokkan pasangan nomor urut 2, Eko dan Beni. Jelas terjadi kekeliruan dan sudah melenceng dari undang-undang MK yang sebenarnya.
“Seharusnya jika kami ikut tergugat, dalam surat undangan tersebut tercantum isi surat gugatannya sehingga kami dapat menjawab dan menyiapkan bukti-bukti, dan bahkan kami hanya baru mendapat surat undangan sehari sebelum persidangan, dan itu tidak sesuai dalam peraturan persidangan,” tambahnya.
Pihak kuasa hukum nomor urut 2 berani menyatakan sidang hari itu batal, dikarenakan tidak sesuainya kelangsungan sidang dengan aturan hukum acara. “Saya pertanyakan legalitas dari persidangan ini, MKM sebagai lembaga peradilan yang ada di UIR sudah melanggar Dauma, bagaimana kita bisa menaati Dauma sementara lembaga peradilan kita sendiri melanggarnya,” tegas Fatur.
Suasana sidang sempat memanas, sebab kuasa hukum nomor urut 1—Mirwansyah— mengatakan kuasa hukum nomor urut 2 ‘kebakaran jenggot’, yang kemudian menuai bantahan dari pihak terkait.
Firman, kuasa hukum nomor urut 1 juga menyatakan tidak ada perseorangan yang boleh memutuskan sah atau tidaknya suatu persidangan, yang berhak hanyalah Majelis Hakim.
Sebelum mengakhiri persidangan, Ketua Hakim—Angki—mengklarifikasi soal bantahan dari kuasa hukum nomor urut 2 mengenai peraturan sidang yang tercantum di Dauma. Dimana menurutnya, itu mereka yang membuat dan sewaktu-waktu bisa dirubah secara kondisional. “Kita masih sama-sama belajar dan tidak bisa 100 persen seperti MK Nasional,” tegas Angki.
Angki menganggap sidang hari ini sudah terlalu jauh, pada dasarnya sidang MKM ini adalah sidang terhormat, tidak etis jika berdebat soal menuntut Majelis Hakim di depan persidangan. “Hari ini hanya membahas teknis pemeriksaan kebenaran isi gugatan, sidang akan dilanjutkan hari Senin, 14 November. Jika pihak Termohon keberatan dengan putusan Hakim, silahkan tuntut saya,” Tutupnya.
Sidang pemeriksaan berkas gugatan sudah berakhir, dan dilanjutkan Senin mendatang (07/11).
Kuasa hukum nomor urut 2 mengaku tidak punya persiapan apapun, karena tidak menerima isi gugatan dari Pemohon dari MKM. “Kami mau jawab apa, yang digugat juga bukan kami dan kalau memang kondisinya seperti ini, bisa jadi kami tidak mengakui dan kami tidak akan hadir dalam persidangan selanjutnya. Beberapa kali kami meminta UU atau peraturan dari persidangan pada MKM, namun hingga persidangan ini usai juga tidak diberikan, banyak alasan yang dilontarkan,” tutur Rizal.
Reporter: Laras Olivia
Editor: Dede Mutiara Yaste
Fotografer: Venny dan Sustriyanto