Mahasiswa Butuh Sikil atau Skill?

Indonesia Negara berpenduduk ratusan juta jiwa yang tersebar pada ribuan gugusan pulau dengan memiliki 693 perguruan tinggi negeri, dan swasta berpredikat baik dan sangat baik, serta 3,10 % dari 225 juta jiwa populasi manusia Indonesia berprofesi sebagai pengusaha. Angka tersebut meningkat dari sebelumnya yang berjumlah hanya 1,67%, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS 2015).

Saat ini, perguruan tinggi yang ada di seluruh penjuru negeri sedang berlomba menjadi yang terbaik, dengan mempersiapkan tenaga edukatif dan tenaga kependidikan yang berkualitas, bahkan tidak sedikit universitas yang habis-habisan membangun infrasturktur kampus dalam rangka mempersiapkan diri menerima calon-calon politikus, pengacara, dokter, engineer, ilmuan, presiden, bupati, walikota, yang akan turut membanggakan almamater mereka masing-masing.

Namun disana sini muncul fenomena mahasiswa sikil, dimana kemampuannya disandarkan kepada kekuatannya bertahan hidup 30 hari dalam keterbatasan asupan logistik dari kampung halaman, yang membuat mentalnya tidak siap atas kekurangan tersebut dan berfikir mencari uang tambahan, meski hanya sekedar membuktikan kepada calon mertua bahwa “aku adalah menantu idaman mu yang mampu bekerja dini dan sudah memiliki pengasilan sendiri.”

Tidak jarang dari mereka yang bekerja serampangan, serabutan, tidak memiliki jenjang karir pasti bahkan lebih parah lagi bekerja pada bidang pekerjaan yang tidak sejalan dengan bidang keilmuannya di kampus, seperti penunggang ojek online.

“Memangnya ada yang salah dengan pilihan itu? ga salah sih tapi kok rada maksa ya dan seperti belum waktunya aja?,” kelakar kami dengan diri sendiri.

“ternyata susah juga ya cari uang!”

kalimat pasrah yang muncul dari mahasiswa sikil yang mencoba membuktikan diri mampu mandiri meski tanpa strategi dan bisa saja berakhir dengan meninggalkan bangku kuliah. Merintis karir di PT. Ini, PT. Itu, Kantor Ini, Kantor Itu yang tidak sedikit perusahaan tempat memulai karir adalah perusahaan yang tidak memiliki jenjang karir pasti yang memperlakukan karyawan sebagai mesin (paradigma klasik komunikasi organisasi).

Mahasiswa butuh skill atau sikil?

Universitas sebagai tingkat pendidikan tertinggi, harus mampu mempersiapkan insan berkualitas serta memiliki tanggungjawab penuh mendampingi proses menggapai masa depan cerah bagi setiap mahasiswa, namun kebanyakan universitas di Indonesia berlomba-lomba meningkatkan akreditasi, fasilitas, kualitas, dan lain sebagainya untuk marketing tools institusinya yang diharapkan mampu menarik calon mahasiswa untuk menggantungkan masa depannya di universitas tersebut.

“Bahan mentah” yang masuk ke universitas harus melewati rangkaian proses seleksi, sehingga yang terbaiklah yang berhak kuliah di kampus tersebut. Namun rangkaian proses seleksi yang dilakukan, kualitas dosen, kualitas infrastruktur kampus apakah dapat menjadi jaminan bagi mahasiswa yang masuk dan kuliah dipastikan sukses dalam hidupnya? Jika pertanyaan ini adalahVox Pop, maka mayoritas akan menjawab “tidak”.

Sadar dengan kompetisi lapangan pekerjaan diluar kampus yang semakin sempit, maka mahasiswa dituntut selain memiliki Skill (Keahlian) harus juga memiliki knowledge (Pengetahuan). Keduanya bisa ditemukan dan dirasakan dalam aktifitas selama menjadi mahasiswa dalam kurun waktu 4-7 tahun tersebut.

Maka mahasiswa jaman “now” harus mampu menjadi insan yang multitasking, siap, dan dapat beradaptasi dengan lingkungan (internal – eksternal), apabila saatnya telah tiba maka dia akan mampu dengan cepat diserap oleh dunia kerja dan menitikarir tidak dari tangga nol melainkan bisa langsung mulai dari tangga tiga.

Ada beberapa tips agar mahasiswa memiliki skill & knowledge agar siap diterjunkan kedalam dunia kerja. Pertama, temukan dan rasakan Passion mu. Passion merupakan bentuk lain bekerja sesuai dengan bidang yang disukai sehingga tidak pernah merasa lelah dalam menjalankan pekerjaan tersebut dan akhirnya dalam bekerja anda tidak terbebani dengan gejolak hati.

Kedua, aktif berorganisasi. Jangan jadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang – kuliah pulang) tapi jadilah mahasiswa kura-kura (kuliah rapat-kuliah rapat). Namun jangan terlalu lama rapat, nanti hasil rapat tidak di eksekusi.

Ketiga, cintailah dirimu. Dalam kajian psikologi komunikasi ada tiga unsur dalam diri manusia yang dikenal yaitu identitas, ego, dan super ego, dimana ketiga unsur tersebut merupakan bentuk lain dari kontrol diri sehingga mahasiswa dapat menentukan pilihan yang terbaik untuk dirinya saat ini, hingga dimasa yang akan datang.

Keempat, tamatkan kuliah tepat waktu. Indeks prestasi komulatif (IPK) tinggi tidak menjadi jaminan namun berlama-lama dalam organisasi kampus juga akan memberikan dampak buruk dengan molornya jadwal kelulusan. Tentukan prioritas hidup mu dan revisi atau kuatkan setiap hari, tempatkan posisi aktif berorganisasi dan tamat kuliah tepat waktu dengan predikat baik pada tempat tertinggi sehingga anda akan diingatkan terus oleh prioritas tersebut

Kelima, Buka networking. Jaringan atau networking yang dimaksud adalah jaringan yang mampu memberikan keuntungan (moril atau materil) bukan jaringan “kongkow” menghabiskan waktu dan terbuang percuma.

Keenam, jangan biarkan rasa takut mengalahkan mimpi besar mu. Jika sudah memiliki mimpi, target, ide, dll jangan takut untuk memulai project besarmu dengan cara berkolaborasi dan jangan jadi penakut untuk memulai hal-hal kecil yang nanti akan menjadi besar apabila dibina dan diupayakan dengan baik.

Ketujuh, ASAP. As Soon As Possible, keluarlah dari zona nyaman mu yang tanpa beban, minim tanggungjawab dan tidak berani memulai. Start now, jika tidak dimulai sekarang membangun kerjaanmu maka selamanya kerjaan itu hanya ada dalam dongeng mu dan bunga tidur mu.

Terakhir, There is no big step before start your single step, sehingga dengan sikil kecil dan sneakers terbaik itu, jejak awal masa depan sudah harusnya dimulai dijejakkan jauh sebelum gelar sarjana itu direngkuh.

 

Penulis: Harry Setiawan.,M.I.Kom

Dosen – Kepala Laboratorium Fakultas Ilmu Komunikasi

Universitas Islam Riau

[email protected]

 

Editor : Arniati Kurniasih

Foto : istockphoto.com

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *