Kesejahteraan Rendah, Pertanian Indonesia Tertinggal Jauh

Dalam acara Pekan Ilmiah Mahasiswa Pertanian Indonesia (PIMPI) yang di taja oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian (Faperta), Universitas Islam Riau (UIR) adakan kuliah umum dengan mendatangkan Fadhli Zon Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR) Republik Indonesia, Prof. DR. H Syafrianaldi, SH, Mcl selaku Rektor UIR, Ir. Rosyadi, M.Si, Wakil Rektor (WR) III, Dr. Ir. Ujang Paman, M.agr, Dekan Faperta serta Ari Juprika sebagai Presiden Mahasiswa UIR.

Kuliah umum yang berlangsung di gedung A Faperta ini mengangkat tema, Peran Mahasiswa Dalam Rangka Optimalisasi Produktivitas Pembangunan Dan Perlindungan Sektor Pertanian Demi Terwujudnya Kedaulatan Pangan, dengan sembilan peserta dari berbagai Universitas di Pulau Sumatera. Rabu, (29/11).

Dalam materinya Fadhli Zon katakana bahwa pada tahun 1989 sampai 1990 Vietnam pernah mengalami kelaparan dan meminjam beras ke Indonesia. Lalu mereka belajar dari Indonesia tentang mengelolah pertanian dan sekarang Vietnam menjadi pengimpor beras terbesar di dunia bahkan Indonesia termasuk pengekspor beras vietnam sejak 10 tahun yang lalu. Vietnam bisa mengalahkan Indonesia dari sektor agraria hal ini disebab kan karena pemerintah Vietam berpihak kepada pertanian dan mereka berusaha meningkatkan kesejahteraan para petaninya, “sangat berbeda dengan Indonesia mentri perdagangan mendukung barang impor agar banyaknya devisa yang diterima namun, itu membuat petani indonesia semakin menderita”. Ujarnya

Fadhli Zon juga jelaskan pada 2013, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terjadi penyusutan jumlah petani di indonesia sebanyak 5 juta petani, karena mahasiswa jurusan pertanian tidak semua yang turun berkecimpun di dunia pertanian. Mereka lebih memilih bekerja diluar dunia pertanian dikarenakan tingkat kesejahteraan petani indonesia yang rendah (31% ditahun 2016), ditambah lagi penghasilan para petani hanya satu juta perbulan, belum termasuk pupuk dan lainnya.

“Seharusnya petani indonesia menjadi penghasil pupuk sendiri seperti di jepang karna disana 3% petani jepang memiliki pupuk sendiri dan mempunyai sektor pemasaran seperti Grading house (supermarket) dan petaninya disana memiliki bank petani ( village bank) tidak hanya jepang vietnam dan thailand juga seperti itu punya pasar dan banknya sendiri” tutur Fadhli.

Untuk mengatasi hal ini Fadhli memberikan lima langkah untuk menyelamatkan para petani. Pertama, para politik anggaran pemerintah saat ini harus ada di pihak pertanian, sehingga kesejahteraan petani lebih sejahtera lagi. Kedua, keberpihakan pemerintah harus selalu memprioritaskan petani. Ketiga, Bank Rakyat Indonesia harus dikembalikan keposisi awal yakni sebagai bank petani Indonesia sehingga para petani bisa memiliki akses modal. Keempat, pemerintah harus lebih mempercepat Reforma Agraria sehingga distribusi lahan para petani harus lebih banyak karna petani Indonesia adalah petani paling sedikit memiliki lahan sekitar (400M2 ) sangat jauh tertinggal dari negara Vietam (900M2) Thailand (5000M2) China (1120 M2). Kelima, industrialisasi pertanian atau infastruktur strategi pembangunan harus lebih diperhatikan lagi serta mengubah persepsi masyarakat tentang petani harus diubah dengan membuat kesejahteraan petani lebih meningkat lagi.

Di akhir penyampaian materi, Zulkifli selaku Dosen Faperta mengutarakan Pertanyaan yang ditujukan kepada Fadhli. “Melihat kondisi sekarang ini, mampukah pemerintah untuk memberi subsidi kepada hasil produksi petani?” ungkapnya.

Hal tersebut mendapat respon dari Fadhli bahwa pemerintah seharusnya sanggup bila fungsi Bulog dikembalikan, karena dengan adanya Bulog akan ada penstabilator harga terendah sehingga para petani tidak pusing lagi untuk memikirkan hasil produksinya. Namun sekarang petani dipusingkan dengan adanya Harga Eceran tertinggi sehingga membuat petani menjerit lagi.

 

Reporter: Nisa Hasanah (Magang)

Editor: Arniati Kurniasih

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *