97 Tahun Sudah Mochtar Lubis Ada

 

Oleh: Messy Azmiza Azhar

 

“Jika engkau besar, jangan sekali-kali kau jadi pegawai negeri. Jadi pamong praja! Mengerti? Sebab sebagai pegawai negeri orang harus banyak menjalankan pekerjaan yang sama sekali tak disetujuinya. Bahkan yang bertentangan dengan jiwanya. Untuk kepentingan orang yang berkuasa, maka sering pula yang haram menjadi halal, dan sebaliknya,” Mochtar Lubis, dalam bukunya berjudul Kuli Kontrak.

Dari 22 Desember 1956 hingga tumbangnya rezim Orde Lama pada 17 Mei  Tahun 1966, Mochtar mengisi hari-harinya di dalam sebuah ruangan kecil, yang orang-orang menyebutnya penjara. Bukan karena tindak pidana, tetapi atas keberanian untuk berpikir kritis yang ia tuangkan dalam produk jurnalistik kepada pemerintahan Soekarno.

Mochtar Lubis dipenjara tanpa proses pengadilan. Ia bermukim selama 9 tahun di sana, dan baru dibebaskan pada tahun 1966. Ia kemudian menerbitkan kumpulan pemikirannya  dalam buku berjudul Catatan Subversif (1980).

Dalam bukunya tersebut, ia menjelaskan hari-harinya selama menjalani masa tahanan. Ada juga kumpulan puisi. Misal, Pada halaman 402 Mochtar menulis harapannya agar tidak ada lagi insan yang dipenjara tanpa proses pengadilan seperti yang ia rasakan.

Mochtar Lubis lahir pada tanggal 7 maret 1922, dan menutup usia pada 2 Juli 2004 di umur 82 tahun. Bukan hanya sebagai penulis yang kritis, ia juga piawai dalam beberapa bahasa asing yang ia pelajari secara otodidak.

Penulis yang berasal dari Padang ini adalah anak pegawai Binnenlands Bestuur (adalah bentuk birokrasi pada masa Hindia Belanda seperti pemerintahan daerah). Mochtar sekolah di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) merupakan sekolah Belanda untuk kaum bumiputera. Tamat dari sana ia melanjutkan sekolah di Ekonomi Kayu Tanam. Tidak ada sekolah yang mengajarkannya pengetahuan jurnalisme, ilmu itu ia pelajari sendiri.

Mochtar yang kala itu hidup pada masa penjajahan Jepang, mendirikan Kantor Berita ANTARA, yang pada saat itu sulit untuk mendapat izin membangun perusahaan. Kemudian sempat mendirikan dan memimpin koran harian Indonesia Raya yang kemudian dilarang terbit, surat kabar tersebut dibungkam karena merupakan pers pembangkang . Mochhtar juga pernah menjadi Presiden Press Foundation of Asia, anggota Dewan Pimpinan International Association for Cultural Freedom, dan anggota World Futures Studies Federation.

muhtar lubis

Adapun karya-karya yang telah ia hasilnya semasa hidup sebagai berikut, Tidak Ada Esok (novel, 1951), Si Jamal dan Cerita-Cerita Lain (kumpulan cerpen, 1950), Teknik Mengarang (1951), “Jalan Tak Ada Ujung” (1952),Teknik Menulis Skenario Film (1952), Perempuan (kumpulan cerpen, 1956), Harta Karun (cerita anak, 1964), Tanah Gersang (novel, 1966), Senja di Jakarta (novel, 1970; diinggriskan Claire Holt dengan judul Twilight in Jakarta, 1963), Judar Bersaudara (cerita anak, 1971), Penyamun dalam Rimba (cerita anak, 1972), Harimau! Harimau! (novel, 1975), Manusia Indonesia (1977), Berkelana dalam Rimba (cerita anak, 1980), Kuli Kontrak (kumpulan cerpen, 1982), Bromocorah (kumpulan cerpen, 19

Dari berbagai buku yang ia tulis melahirkan sejumlah prestasi. Misalnya, Jalan Tak Ada Ujung (1952 diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh A.H. John menjadi A Road With No End, London, 1968), mendapat  Hadiah Sastra BMKN  (Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional) 1952, kemudian dialanjutkan cerpennya Musim Gugur menggondol hadiah majalah Kisah tahun 1953,  kumpulan cerpennya Perempuan (1956) mendapatkan Hadiah Sastra Nasional BMKN 1955-1956, novelnya, Harimau! Harimau! (1975), meraih hadiah Yayasan Buku Utama Departeman P&K (Pendidikan dan Kebudayaan); dan novelnya Maut dan Cinta (1977) meraih Hadiah Sastra Yayasan Jaya Raya tahun 1979. Selain itu, Mochtar juga menerima Anugerah Sastra Chairil Anwar (1992).

Tidak hanya mengkritisi pemerintah, sifat buruk manusia tidak luput dari tulisannya yang ia tuangkan dalam buku Manusia Indonesia, dan juga menulis sifat-sifat negatif dirinya sendiri. Namun karyanya yang satu ini menuai pro dan kontra. Karena ia mampu menuturkan dan menyimpulkan universalitas dari sifat manusia yang saat itu berjumlah 130 juta jiwa hanya dalam sebuah buku yang ia ciptakan.

Katanya, sifat manusia itu munafik, segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, memiliki jiwa feodalistik, percaya takhyul, artistik, dan berwatak lemah. Masih banyak lagi tulisan jurnalistik dan hasil terjemahan bukunya. Untuk itu patutlah bahwa Mochtar Lubis disebut sebagai pengarang jenius yang pernah dimiliki Indonesia. Hampir 15 Tahun kepergiannya, namun karya-karyanya takkan pernah padam karya-karyanya.


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *