Krisis Minyak, Prodi Perminyakan Masih Optimis
Penurunan harga minyak mentah dunia yang terjadi sejak pertengahan tahun 2014 hingga menyentuh harga 32 dolar AS per barel pada awal Februari 2016, menjadi tantangan berat bagi industri migas. Akibatnya pemangkasan tenaga kerja, berkurangnya anggaran Negara dan menurunnya tingkat ekspor.
Mengenai masalah tersebut, Kepala Program Studi Perminyakan FT UIR, Ira Herawati, S.T, M.T mengatakan, tenaga kerja pasti akan dikurangi untuk efisiensi karena industri migas membutuhkan biaya operasional dan membayar gaji karyawan dengan mahal.
“Namun, meskipun keadaan memburuk, kami tetap optimis dalam menyediakan tenaga kerja yang ahli bagi industri dibidang migas,” katanya.
Ia mengaku, Prodi Perminyakan tetap mempersiapkan tenaga kerja yang siap pakai, bisa bersaing dan memiliki inovasi. Dengan kata lain mampu menghadapi segala kondisi. Lulusan jurusan migas tidak berarti harus di migas tetapi bisa juga menjadi enterpreneur. “Jadi triknya adalah kami akan tetap memberi semangat pada mahasiswa untuk tidak boleh down dalam keadaan seperti ini,” tambahnya.
Ia memandang migas masih menjadi energi favorit, meskipun ada juga energi alternative yang dikembangkan. Sehingga kedepan Ia masih optimis kebutuhan tenaga kerja masih cukup tinggi.
“Kita sendiri masih punya sumber-sumber minyak. Riau masih ada sumber yang bisa diberdayakan dan diproduksikan, terus lapangan-lapangan yang hampir habis kontraknya, seperti Chevron, bisa dikelola sendiri oleh anak bangsa dan dinasionalisasikan, dengan begitu kebutuhan dari segi minyak masih akan terus mendominasi. Kita masih harus positif masih punya harapan bahwa industri migas ini akan bangkit lagi,” jelasnya.
Harga minyak dunia banyak dikaitkan dengan konflik Timur Tengah. Ira berharap Indonesia berperan menjadi mediator dalam kisruh di semenanjung Arab.
Oleh : Reporter AKLaMASI, Sustriyanto
Editor : Rifal Fauzi
Sumber Gambar : surabaya.tribunnews.com