Penayangan Film Wiji Thukul

Setelah terselenggara di kota-kota besar seperti Palembang, Palu, bengkulu, Lampung, dan Jakarta. Nonton bareng ‘istirahatlah kata-kata’ kembali lanjut di tayangkan di kota berjulukan bertuah ini, dihadiri oleh peserta dari berbagai kalangan Mahasiswa, Komunitas Sastra dan aktivis Pekanbaru, bertempat di gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Minggu, (15/8).

Film yang diangkat dari kisah hidup Wiji thukul ini menceritakan bagaimana sang penyair menghilang antara pertengahan tahun 1996 hingga akhir 1997 menjelang kejatuhan diktator Suharto setelah kejadian Kerusuhan dua puluh tujuh juli (Kudatuli).

Thukul raib dari pengawasan Keluarga, aparat, dan teman-temannya, kemudian ia kembali dan menceritakan pengalaman sebagai buronan aparat di Kalimantan.

Dalam tayangan film ini terlihat dengan apik sutradara Yosep anggi mengemas karyanya ini,
dimulai dengan kejadian yang menerangkan tentang awal pembentukan Partai Rakyat Demoratik (PRD) yang melawan peraturan perundangan saat itu di mana ditetapkan bahwa hanya ada 3 Partai yang diakui Negara.

Pada kerusuhan kudatuli di tanggal 27 Juli 1996, PRD dan beberapa penggagasnya ditangkap serta dijadikan buron dengan tuduhan menciptakan kerusuhan yang ingin menggulingkan pemerintahan.

Dari Solo, tempat tinggal Wiji Thukul dan Sipon istrinya, latar film kemudian berpindah ke Pontianak dan Sungai Kapuas.

Kepada Thomas yang seorang dosen, Thukul menumpang bersembunyi di rumahnya dengan rasa takut yang mendera, sambil mengakui bahwa lebih menakutkan melarikan diri dan bersembunyi seperti ini daripada terang-terangan melawan sekumpulan orang dengan senjata.

Setelah film selesai, kemudian dilanjutkan dengan diskusi bersama narasumber Gunawan Maryanto (41) sebagai Aktor utama pemeran Wiji thukul di film ini.

Kepada peserta yang hadir Gunawan menceritakan pengalamannya, sempat ragu saat pertama kali ditawari Sutradara Yosep untuk memerankan sosok penyair ini.
Ia mengkhawatirkan film ini hanya akan menambah duka bagi keluarga, kerabat, dan teman-teman yang ditinggalkan.

Selain itu bukan pekerjaan yang mudah dalam memerankan Wiji thukul mengingat tidak banyak video pendukung selama masa hidupnya aktivis yang diburu aparat orde baru ini. “saya lebih banyak mengandalkan cerita dari sosok-sosok yang berinteraksi dengan thukul dimasa itu,” ujarnya.

Sesi diskusi dengan narasumber Gunawan.

Berkat kerja keras dan totalitasnya di film ini, gunawan berhasil meraih penghargaan sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik di Usmar Ismail Award.

Selanjutnya penampilan dari Fajar merah yang juga merupakan anak kedua Whiji thukul, Sambil memainkan gitar dengan penuh penghayatan ia menyanyikan lagu yang juga diadaptasi dari puisi-puisi Ayahnya, seperti bunga dan tembok, dan kebenaran akan terus hidup.

Pada lagu kebenaran akan terus hidup, di bagian Puisi dibacakan oleh Gunawan, saat selesai Fajar berseloroh, dari semua penampilan baru kali ini ia berduet dengan Ayahnya yang langsung disambut gelak tawa penonton.

Fajar terakhir kali bertemu Ayahnya saat masih berumur empat tahun, sampai saat ini Whiji thukul belum diketahui dimana keberadaannya

Diakhir penampilan Fajar mengatakan dengan yakin bahwa Ayahnya masih ada dan hidup.
“Saya yakin beliau masih hidup baik dihati saya dan teman-teman semua.”

Gunawan bersama AKLaMASI.

 

 
Editor : Tomy Erikson Ginting
Foto : Dewan Siregar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *