Kenali Dan Sadari Kesehatan Mental

Gangguan mental bisa diderita oleh siapa saja. Baru-baru ini Anthony Bourdain, jurnalis kuliner asal Amerika, ditemukan gantung diri dikamar hotelnya di Paris, Prancis. Begitu juga Chester Bennington, garda terdepan band legendaris Linkin Park, ditemukan tewas gantung diri. Keduanya adalah artis kawakan yang rasanya mustahil untuk melakukan bunuh diri, tapi tak ada jaminan.

Setiap hari, seorang individu tidak terlepas akan suatu kebutuhan. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan penunjang, salah satunya adalah kesehatan mental dan jasmani. Apabila kesehatan mental dan jasmani seorang individu baik, maka ia dapat memenuhi kebutuhannya kelak. Juga, terhindar dari gejala gangguan-gangguan mental dan penyakit jiwa.

Menurut World Healt Organization (WHO), kesehatan mental merupakan status kesejahteraan dimana setiap orang dapat menyadari secara sadar terkait kemampuan dirinya. Kemudian, dapat mengatasi berbagai tekanan dalam kehidupannya, dan dapat bekerja secara produktif yang berimbas pada kemampuan dirinya dalam memberikan kontribusi pada lingkungan sekitar.

Lisfarika Napitupulu, M.Psi., seorang Psikolog dan pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau, memaparkan beberapa faktor yang menyebabkan gangguan kesehatan mental dalam diri individu. Pertama, ketika seseorang tidak menyadari dirinya dan tidak menyadari potensi diri sendiri, layaknya terjebak dalam angan-angan, khayalan dan keinginan.

“Orang tersebut punya ide dan punya keinginan, tapi kemudian ia tidak sadar dan tidak memiliki atau yakin akan kemampuan yang ia miliki,” paparnya.

Kedua, ketika seseorang tidak bisa mengatasi hambatan dari perilaku maladaptif—Kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikisosial kepribadian pada masa dewasa yang harmonis. Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu, dengan cara yang positif.

Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. Maladaptif diartikan sebagai sesuatu yang buruk, sedangkan Adaptif diartikan sebagai mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Jadi, perilaku maladaptif diartikan sebagai tanggapan atau reaksi seseorang yang tidak menyesuaikan diri dengan lingkungan baik badan maupun ucapan. Perilaku maladaptif ini dapat berupa masalah-masalah yang muncul di dalam kehidupan individu, yang dapat kita katakan ini sebagai stressor—sumber stress atau ketegangan).

“Misalkan dalam sebuah permasalahan yang simple, yaitu ketika kita belum membayar biaya Sistem Kredit Semester (SKS) sementara ujian semakin dekat, maka apa yang harus kita lakukan? Universitas dimana pun seseorang itu kuliah pasti punya kebijakan-kebijakan tertentu, maka ketika seseorang berada dalam kondisi itu langkah yang pertama yang harus kita lakukan adalah berkonsultasi ke dosen Pembimbing Akademik (PA), dengan hal tersebut kita sudah selangkah lebih maju daripada hanya berdiam diri saja. Dua atau bahkan tiga kali individu tidak dapat menghadapi stressor, maka kesehatan mentalnya akan terganggu,” tutur Lisfarika.

Ketiga, ketika seseorang tidak bisa memberi konstribusi pada masyarakat atau lingkungan. Konstribusi tersebut tidak dimulai dari kontribusi yang besar langsung, kecil saja. Contohnya, ketika kita tidak membuang sampah di jalan, itu sudah dinamakan berkonstribusi ke masyarakat. Sebab, dengan  tidak adanya sampah memunculkan perasaan senang untuk orang lain.

Dikutip dari cnnindonesia.com, menurut data WHO pada 2010, angka bunuh diri akibat  depresi di Indonesia mencapai 1,6 sampai 1,8 per 100.000 jiwa. Angka tersebut bisa tumbuh dari tahun ketahun. WHO memprediksi pada 2020 angka bunuh diri di Indonesia bisa menjadi 2,4 per 100.000 jiwa.

Hal inilah yang melatar belakangi mengapa setiap tahunnya perlu diperingati Hari Kesehatan Mental. Diperingatinya hari kesehatan mental tidak semata-mata hanya untuk seruan agar kita terhindar dari gangguan kesehatan mental, hal ini dilakukan agar masyaratkat peduli bahwa kesehatan mental yang secara tidak langsung perlu untuk dipahami.

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III di Indonesia, kesehatan mental jika ditarik garis lurus (melintang) berada diantara dua kontiniu, yaitu; Neurosis, gangguan mental dimana ia masih menyadari diri, berfikir, dan berfungsi atau bekerja semana mestinya, namun mentalnya sudah terganggu atau terbentuk suatu gangguan mental. Lalu kontiniui sisi lain, Psikosis, yaitu gangguan mental dimana kontaknya dengan realita sudah putus, ia tidak peduli dengan penampilannya—seperti orang gila.

Gangguan kesehatan mental ini patut diperhatikan, supaya individu yang memiliki gangguan (kategori neurosis) bisa mengatasi sedari dini dan mendapat pertolongan pada dirinya sendiri. Kemudian, agar orang-orang mengahargai mereka yang menderita, dan menghargai layaknya manusia biasa secara psikologi humanistik—tidak menghujat dan mempermainkan.


Penulis,
Dendi Alrizki

Aldrila Febriana turut berkontribusi untuk artikel ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *