Muhammadiyah di Tangan Ahmad Dahlan

Hari ini, 96 tahun lalu jiwanya melayang meninggalkan raga yang tertinggal di bumi pertiwi. Namanya kemudian hadir dengan gagasan besar yang mencerahkan di tengah kemuraman nasib bangsa yang masih meringkuk dalam belenggu kolonialisme.


Lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Muhammad Darwis atau Kyai Haji Ahmad Dahlan merupakan anak dari seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta, ibunya puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Ahmad Dahlan, adalah seorang pribumi masyarakat kelas menengah yang menjalani hidup secara sederhana. Ia berdagang batik dan menjadi khatib di Masjid Agung Kasultanan Ngayogyakarta.

Pada tahun 1883, ia pergi haji dan tinggal di Mekah pada saat berumur 15 tahun. Menetap selama 5 tahun, Di sana ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam Islam seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah.

1. infografis ahmad dahlan

Sepulangnya dari Mekah pada tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Di tahun itu juga ia menikahi wanita bernama Siti Walidah, yang tidak lain adalah sepupunya sendiri anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan. Dalam pernikahannya ia dikaruniai enam orang anak (Johanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti Zaharah).

Kemudian pada tahun 1903, ia kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Ia berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU (Nahdatul Ulama) yaitu, KH. Hasyim Asyari.

Kembali ke Indonesia, Ahmad Dahlan membangun organisasi Islam bernama Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta. Ia berharap organisasinya dapat membawa pembaharuan Islam di bumi Nusantara. la menegaskan bahwa Muhammadiyah bukanlah organisasi politik, tetapi organisasi yang bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.

Organisasi yang dibentuk pada 18 November 1912 itu mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits. Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari Universitas Gadjah Mada, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang khatib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta.

Pada 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah kolonial Hindia-Belanda untuk mendapatkan status badan hukum. Namun permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914. Pemerintah Hindia-Belanda terlihat khawatir atas organisasi Islam yang didirikan oleh Ahmad Dahlan ketika itu.

Ahmad Dahlan tidak hanya memperlihatkan kepeduliannya terhadap Islam, Ahmad Dahlan juga membuka ruang untuk berdialog dengan tokoh agama lain, seperti Pastur Van Lith di Muntilan misalnya, yang merupakan tokoh Katolik pertama yang ia ajak berdialog. ia juga tidak ragu-ragu masuk ke gereja dengan pakaian hajinya.

Kini Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia setelah NU (Nahdlatul Ulama). Gerakan Muhammadiyah bercirikan masyarakat yang rasionalis dan lebih cenderung mengikuti mazhab Imam Syafi’i. Muhammadiyah juga turut berkontribusi dalam kehidupan masyarakat Indonesia dalam bentuk pendidikan, kesehatan, panti sosial, dan rumah ibadah di seluruh Indonesia.

Untuk segala jerih payahnya membangun peradaban bangsa, Ahmad Dahlan di Nobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Soekarno dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961.


Penulis: Mesy Azmiza Azhar
Editor: Ardian Pratama
Infografis: M. Arif Budiman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *