Susi dan Perjuangannya untuk Indonesia

Oleh: Intan Salfitri


Love All, sebuah karya sutradara Sim F, berkisah seorang atlet perempuan yang berjuang untuk Indonesia pada era 80-an hingga akhir 90-an. Dia adalah Susi Susanti, kisah soal cinta, bulutangkis, dan sejarah Indonesia, tergambar dalam cerita.

Susi Susanti diperankan oleh Laura Basuki, Moira Tabina Zayn sebagai Susi remaja dan Alan Dion Wiyoko sebagai Budikusuma. Adapun  Liang Chiu pelatih Susi diperankan oleh Jenny Zhang Wiradinata. Sedangkan Rishad Haditono, ayah Susi, diperankan oleh Iszur Muchtar.

Film bermula saat Susi berlaga pada pertandingan 17 Agustus diusianya yang ke-14 tahun, ketika ia melihat kekalahan abangnya, yang kala itu tengah bertanding dengan salah seorang juara bertahan bulutangkis. Melihat kekalahan itu, Susi dengan berani menantang lawan abangnya dan kemenangan berhasil ia raih.

Siapa sangka, lewat pertandingan tersebut, Susi dilirik oleh seorang pengurus Jaya Raya Badminton Club menawarkan trial di Jakarta. Namun sangat disayangkan, keinginan Susi diragukan oleh sang ibu, walaupun begitu semangatnya tak pernah pudar, hal itu dituangkannya dalam buku harian yang selalu ia bawa ketika ingin bertanding.

Adegan per adegan menceritakan saat Susi melakukan pelatihan di Jaya Raya Badminton Club, bagaimana ia harus disiplin terhadap waktu,  dan selalu tekun berlatih. Susi yang saat itu dijanjikan akan dilatih oleh seniornya Rudi Hartono, tak kunjung dipertemukan, membuat Susi kesal dan lelah karena terus menerus melakukan hal yang sama tanpa adanya pelajaran baru yang didapat.

Di titik terendahnya untuk menjadi seorang atlit bulutangkis, ayahnya menjadi orang yang selalu memberikan dukungan terhadap Susi. Suasana haru tergambar dalam adegan. “Memiliki bakat saja tidak cukup untuk mendapatkan mendali emas. Disiplin, ketekunan, fisik, dan tentunya mental yang kuat sangat dibutuhkan. Mengendalikan emosi dalam situasi apapun juga dibutuhkan, karna lawan terbesar ialah diri sendiri,” salah satu kutipan adegan ayahnya dalam film.

Satu adegan menggambarkan ketika Susi bergabung dengan Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI), pertama kali ia bertemu dengan Liang Chiu dan menjadi pelatih Susi di PBSI. Chiu menyadari atas bakat yang dimiliki Susi, ia mempercayai Susi untuk mewakili Indonesia pada Sudirman cup pertama di Jakarta,1989 dan mengantongi emas. Hingga memenangkan mendali emas untuk Indonesia pada Olimpiade Barcelona 1992, karena itu Susi dan bakatnya mendapatkan pengakuan di dunia olahraga internasional.

Film ini juga menampilkan masa-masa saat Susi menemukan tambatan hatinya, Alan Budikusuma di Pemusatan Latihan Nasional. Kedua pasangan ini pun cukup menarik perhatian penonton, karena pada tahun yang sama dan cabang olahraga yang sama pula mereka berhasil memborong mendali emas untuk Indonesia.

Dimasa latihan mereka sudah mulai berpacaran, sesekali mereka mencuri kesempatan untuk keluar asrama walau hanya sekedar makan bersama di sebuah kafe. Berkat prestasi dan kedekatan itu, merekapun dijuluki “ Pengantin Olimpiade”.

Sim F. juga menyediakan sinematografi yang sangat epik, tata letak, property yang oldschool, serta kontras pencahayaan yang dibuat seolah-olah berada pada tahun 80-an hingga akhir 90-an membuat penonton ikut terbawa pada suasana saat itu.

Laura Basuki sukses memerankan sosok Susi yang sangat ambisius. Disetiap adegan permainan bulutangkis Laura menyihir para penonton. Gerak, pandangan, serta setiap pukulannya membuat penonton terpaku.

Untuk mendalami perannya menjadi seorang atlit bulutangkis wanita, Laura berlatih bulutangkis selama 6 bulan dan dilatih langsung oleh Liang Chiu.

Tak hanya itu, Sim F juga mengangkat kisah kelam Susi dimana, saat orde baru entis Tionghoa sulit mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia. Etnis Tionghoa harus memiliki SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia) jika ingin tinggal di Indonesia.

Selain itu, Sim F juga menggambarkan kerusuhan pada tahun 1998 dengan sangat baik, sehingga penonton ikut merasa ketegangan situasi pada masa itu.

tidak jelasnya status WNI membuat Susi jadi sulit bertanding pada Olimpiade Atlanta. Liang juga merasakan hal yang sama, membuat Liang lebih tertarik untuk melatih atlit-altit dari negara China. Hingga pada satu titik pemerintah Indonesia meminta Liang untuk kembali ke tanah air, untuk melatih atlit-atlit Indonesia. Walaupun saat itu diakuinya SKBRI Liang masih berlaku sementara, ia tetap pulang demi cintanya pada tanah air.

Salah satu karakter yang tidak bisa dilupakan ialah sosok ayah Susi, Rishad Haditono yang merupakan mantan atlet bulutangkis PON. Iszur pun memerankan sosok ayah sangat berwibawa namun hangat dan suka bercanda dan mampu menghibur Susi dikala iaberada dititik terendahnya.

Film berdurasi 1 jam 36 menit yang bercerita tentang biografi Susi Susanti sangat cocok ditonton untuk generasi milenial. Tidak hanya mengkemas film ini dari sisi hiburannya, tapi juga terdapat sisi pendidikan, ambisi, dan kecintaan Susi terhadap Indonesia.

Telah tayang serentak diseluruh bioskop Indonesia pada 24 Oktober 2019, film ini menggambarkan dengan jelas kurangnya perhatian pemerintah pada para atlit dimasa itu. mereka bertanding, berjuangan, dan mendapatkan emas untuk mengharumkan bangsa Indonesia kanca internasional.


Editor : Arniati  Kurniasih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *