Mereka yang Hilang namun Tetap Hidup Selamanya


Penulis: Johan Hariwitonang


Judul: Laut Bercerita

Penulis: Leila S. Chudori

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia

Isi: 379 hlm; 20 cm

Terbit: Oktober 2017

ISBN: 978-602-424-694-5

Diangkat dari kisah nyata, Laut Bercerita karya Leila Salikha Chudori mengangkat pengalaman para aktivis yang diculik pada 1996-1998. Bercerita dari sisi keluarga dan orang-orang terdekat korban. Leila dengan kepiawaiannya, mengajak kita melihat sejarah bangsa lewat karya sastra.

Berlatar belakang rezim tahun 1998, ketika orang-orang kritis dibungkam, hidup dalam tekanan, kemudian fenomena penghilangan orang secara paksa yang sudah dinormalisasikan. Di buku ini penulis menceritakan kisah di balik itu semua, dimana banyak keluarga yang kehilangan anak, suami, kakak, adik, sanak saudara karena peristiwa itu.

Kejadian tersebut dikisahkan dari sudut pandang mahasiswa Jurusan Sastra Inggris, Universitas Gadjah Mada, bernama Biru Laut Wibisono, yang bergerak menuntut keadilan.

Laut memulai kisahnya pada tahun 1991 di sebuah tempat yang bernama Seyegan, Yogyakarta. Tempat tersebut tak lain merupakan markas Wirasena (organisasi Pers mahasiswa). Kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan dicap sebagai aktivitas terlarang oleh pemerintah, membahas dan mendiskusikan buku-buku terlarang pada masa itu seperti buku Ernesto Laclau, Ben Anderson dan buku Pramoedya Ananta Toer, karena dianggap mengancam kepemimpinan pemerintah yang telah abadi berdiri, tempat mereka merencanakan aksi-aksi demo dan perlawanan lainnya kepada pemerintahan.

berawal dari persahabatan antara Laut, Alex, Sunu, Daniel, Julius, Gusti, Naratama, Bram, dan Kinan, serta aktivis-aktivis lainnya. Memiliki ketertarikan yang sama, untuk memberantas ketidakadilan yang dilakukan rezim pemerintahan saat itu. Meskipun mereka tahu, penghilangan secara paksa adalah resiko yang mungkin terjadi pada mereka atau selogan “Tembak ditempat” akan menghabisi hidup mereka.

Seringnya aktivitas-aktivitas mereka bocor kepada mata-mata pemerintah, seperti peristiwa Blangguan, Demo di Surabaya, aktvitas di Klender dan acara seminar untuk membahas unjuk rasa yang gagal, membuat Laut dan beberapa kawannya mencurigai Naratama sebagai agen ganda. Hingga pada sepertiga ujung cerita, terkuaklah siapa sebenarnya agen ganda tersebut. Laut pun bercerita bagaimana sakitnya ia dikhianati.

Peristiwa Blangguan merupakan peristiwa pemberontakan untuk membela petani-petani jagung yang lahannya akan dirampas pemerintah. Namun naasnya Laut dan beberapa temannya ditangkap aparat dan dijebloskan mereka ke penjara. Saat diinterogasi, berbagai penyiksaan didapat oleh Laut dan teman-temannya. Namun, Laut tetap bungkam hingga akhirnya mereka dibuang di Bungurasih.

 “Setiap langkahmu, langkah kita, apakah terlihat atau tidak, apakah terasa atau tidak, adalah sebuah kontribusi, Laut. Mungkin saja kita keluar dari rezim ini 10 tahun lagi atau 20 tahun lagi, tapi apapun yang kamu alami di Balangguan dan Bungurasih adalah sebuah langkah. Sebuah baris dari puisimu. Sebuah kalimat pertama dari cerita pendekmu….”-Kinan

Asmara yang mulai merindukan sosok sang kakak yang hilang secara misterius, mulai bergerak mencari Laut bersama keluarga dari aktivis-aktivis lainnya. Asmara bergabung dengan Aswin dalam komisi pencarian orang hilang, dan mencoba mencari keadilan pada pemerintah yang dirasa lebih peduli. Duka kehilangan membuat banyak keluarga hidup dalam penyangkalan. Mereka hidup dalam imajinasi dimana keluarga mereka yang hilang masih tetap ada dalam keseharian.

Kebiasaan Laut masih selalu dikenang oleh keluarganya, yang tiap akhir bulan Laut akan pulang ke rumahnya di daerah Jakarta, dan sang Ayah selalu menyiapkan empat piring dalam ritual makan malam bersama di hari minggu, memutar lagu yang menandai kehadirannya, membersihkan buku-buku dan kamar milikinya, seolah-olah Laut akan datang secara tiba-tiba kelak.

Leila membutuhkan riset yang mendalam serta memakan waktu hingga lima tahun lamanya untuk menyelesaikan buku ini, dan menyambangi langsung lokasi yang menjadi tempatkejadian dalam buku. Faktanya, peristiwa seperti tanam jagung Balangguan-Situbondo itu ada dan nyata.

Buku Laut Bercerita mengajak pembaca untuk mengetahui sejarah yang pernah ada, serta lebih mengerti dan merasakan jiwa semangat yang Laut dan teman-temannya perjuangkan pada saat reformasi, dengan penggambaran yang detail pembaca dibuat ikut merasakan suasana yang dijelaskan.

Banyak sekali wawasan dan value yang bisa diambil dari buku ini, mulai dari pemikiran-pemikiran tentang idealisme, integritas, dan nasionalisme, yang akan bagus sekali jika dibaca bagi anak-anak muda. Bagaimana cara untuk tumbuh menjadi sesorang yang kritis dan tidak menelan mentah-mentah informasi yang didapatkan. Buku ini mengingatkan anak muda, untuk selalu tidak melupakan sejarah dan berpikir kritis.

Ketika melihat sekilas sampul depan, ilustrasi gambar ikan-ikan dan biru laut, seperti buku kehidupan ekosistem laut untuk anak-anak. Akan tetapi, adanya potret ilustrasi kedua kaki dirantai di dasar laut, terletak pada sudut bawah buku, menarik perhatian akan isi buku sebenarnya.

Buku ini juga pernah diangkat menjadi film pendek yang disutradarai oleh Pritagita Arianegara, dengan judul sama (The Sea Speaks His Name), film yang berdurasi 30 menit ini diperankan oleh Reza Rahardian selaku Laut, Dian Sastrowardoyo sebagai Asmara dan Ayushita sebagai Anjani, banyak mendapat respon positif dari masyarakat luas.


Editor: Arniati Kurniasih


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *