Menjadi Jurnalis Investigasi
Diskusi jurnalisme investigasi bersama Tempo Institute di sembilan kota, Sabtu (17/6) menjadikan kota Pekanbaru sebagai tuan rumah.
Di ruang kampar Hotel Grand Tjokro, Fakhrurrodzi—Pemred riauonline.co.id mengawali kata sambutan, “sekarang ini wartawan lokal jarang meliput investigasi, dikarenakan berbagai faktor tentunya.”
Selanjutnya peserta diskusi disuguhkan dengan pemutaran video jurnalisme investigasi. Dalam video tersebut menayangkan beberapa wartawan investigasi seperti Dandhy D Laksono, Andreas Harsono, dan dan Karaniya Dharmasaputra.
Dandhy D Laksono dalam video tersebut menjelaskan tiga metode liputan investigasi. Di antaranya material trail, people trail, dan money trail. Yang ternasuk ke dalam material trail adalah pengumpulan dokumen cetak, foto, rekaman video dan rekaman suara. People trail digunakan untuk menelusuri orang dalam keterkaitan antar kasus. Sedangkan money trail menelusuri motif uang dalam suatu kasus.
Money trail tergambar jelas dalam kasus Watergate. Merupakan serangkaian skandal politik di Amerika Serikat yang mengakibatkan pengunduran diri Presiden Richard Nixon dan mengakibatkan krisis konstitusi yang menghebohkan pada tahun 1970-an.
Karaniya Dharmasaputra—wartawan viva news, dalam video tersebut memeberi tips untuk memulai liputan investigasi. Hal terpenting dan utama menurutnya adalah menembus narasumber kunci. Nerupakan orang-orang yang sangat dekat dengan kasus yang akan diliput, hal krusial selanjutnya adalah pengumpulan dokumen, setelah itu baru dilakukan proses pematangan dan wawancara pada tahap akhir.
Kegiatan program Investigative Funds tahun 2017 telah resmi dimulai pada tanggal 30 Mei 2017. Mengundang seluruh jurnalis di media untuk bergabung dalam program fellowship investigasi 2017. Alasannya, media harusnya mengawal penegakkan kasus-kasus korupsi di Indonesia melalui pemberitaan yang kritis dan mendalam. Sayangnya media yang ada hanya memberitakan di permukaan saja. Kadang juga terjebak dalam politik kepentingan.
“Kecakapan jurnalis yang tidak diasah, tuntutan pekerjaan yang tinggi, biaya investigasi yang besar dan kepentingan media dalam membela nafsu politik pemiliknya adalah penyebab utamanya.” Ujar Mustafa Silalahi—Redaktur Utama Tempo.
Mustafa Silalalahi atau yang akrab dipanggil Moses memaparkan kembali perbedaan tulisan investigasi dengan tulisan lainnya. Sraight news merupakan tulisan wartawan reguler, feature merupakan tulisan seni yang mengandung nilai humanis, dan dalam indepth reporting menceritakan detail tentang suatu isu. Mustafa cerita sedikit soal pengalamanya dalam liputan investigasi mengenai narkotika. “Jika diibaratkan, seminggu kita duduk bercerita tentang pengalaman liputan investigasi mungkin tidak akan selesai,” ungkapnya. Mustafa membenarkan ungkapan Karaniya. Bahwa dalam liputan investigasi, tidak mungkin apabila jurnalis mewawancara narasumber hanya dengan sedikit data dan dokumentasi sebagai barang bukti. Maka dari itu wawancara dilakukan pada tahap akhir.
“Saya juga pernah terlibat dalam liputan investigasi di Pekanbaru, ada suka dukanya, tapi saya jadi ketagihan dalam liputan investigasi. Nah saya penasaran bagaimana mas Moses bisa dapatkan narkotikanya?,” tanya Imel— wartawan Haluan Riau.
“Wah sebenarnya saya tak enak cerita soal itu, tapi mau bagaimana. Waktu itu saya dan partner pergi ke diskotik, pura-pura mabuk agar bisa dapatkan itu barang. Setelah dapat kemudian saya bawa ke toilet. Di toilet, itu barang saya foto, dikirim, lalu saya musnahkan, kemudian saya keluar lagi dengan pura-pura mabuk,” ungkap Moses sambil diselingi tawa.
Menurut Moses yang sudah bergelut dalam investigasi pada 2012 akhir, orang yang meliput investigasi itu haruslah orang yang punya banyak jaringan, sudah “selesai” dalam urusan tulis menulis, dan science of write nya bagus. “Menjadi wartawan investigasi juga mesti punya intetgritas yang tinggi dan kode etik, misalkan ketika redaktur bilang kasus yang diliput ternyata menyangkut media yang memayungi kita atau manager perusahaan.”
“Bagaimana dengan pengalaman terrkait tuduhan atau intervensi ketika wawancara narasumber?”
“Intinya kita harus punya data sebagai bukti yang kuat, perkara orang itu marah atau mengancam itu urusan mereka. Liputan investigasi akan aman-aman saja selagi tujuannya bukan untuk memeras atau mengancam oranglain tapi untuk memberikan kesadaran publik,” tutupnya.
Moses berharap dengan adanya program jurnalistik ini semoga bisa menumbuhkan kemauan para wartawan di media untuk menulis liputan investigasi.
Baca Juga : Tempo Institute Tantang Jurnalis Liputan Investigasi
Reporter : Laras Olivia