Foto Jurnalistik Menunjukkan Fakta

Ahmad widiarso memaparkan materi foto jurnalistik kepada peserta diklat jurnalistik tingkat dasar-XXI AKLaMASI, Sabtu (7/4). (Foto : Janaek Simarmata)

AKLaMASI.net, Pekanbaru – Hari kedua Diklat Jurnalistik Tingkat Dasar (DJTD) AKLaMASI ke-21. Yang dilaksanakan di wisma Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Jalan Suka Mulia, Sail, Pekanbaru. Sabtu (7/4).
Dilanjutkan dengan materi fotografi jurnalistik pada pukul 16.00. Materi ini dibimbing oleh Ahmad Widiarso yang mulai belajar fotografi sejak 2001 dan sudah 11 tahun menjadi fotografer Pekanbaru Pos.

Widi menjelaskan fotografi jurnalistik lebih menampilkan suatu peristiwa seperti human interest, berita atau spot news, dan feature. Fotografi jurnalistik diatur dalam undang-undang Pers tahun 1999. Dengan kegiatan meliputi, mencari peristiwa, memperoleh peristiwa, memiliki bukti, menyimpan bukti, mengolah, dan menyampaikan ke khalayak banyak.

Tak berbeda dengan berita hoax, ia katakan bahwa fotografi juga ada yang bohong. Sehingga ketika seorang fotografer mengirimkan sebuah foto yang dimanipulasi atau bohong dan redaksi menerbitkan foto tersebut. Maka fotografer akan bertanggung jawab penuh atas foto tersebut. “Kita harus mampu mempertanggungjawabkan setiap foto yang kita publish,” tegasnya.

Intan Salfitri salah satu peserta DJTD dari Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau (UIR) menanyakan, bagaimana dengan fotografi gosip yang termasuk jurnalistik, sedangkan fotografi jurnalistik itu harus jujur.

Widi menjelaskan bahwa foto gosip itu adalah foto yang dimanipulasi sehingga tidak benar kejadiannya, tetapi dalam jurnalistik, bisa saja benar apabila berita yang di-publish adalah hasil wawancara narasumber bersangkutan.

Windy salah satu peserta mengaku bahwa fotografi tidak semudah yang dibayangkannya selama ini. “ternyata fotografi itu butuh persiapan yang matang untuk menjamin keselamatan fotografer, ” ujar mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik tersebut.

Kembali dalam penjelasannya Widi menguraikan rangkaian sebuah foto itu dapat disusun seperti menulis berita dengan menggunakan 5W+1H. Sehingga foto yang di publish dapat dipahami pembaca tanpa harus membaca tulisan panjang seperti berita. “Foto jurnalistik itu sebuah gambar yang menunjukkan fakta dan kata menjelaskan fakta,” tutup Widi.

Reporter : Janaek Simarmata
Editor : Tomy Ginting 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *