Penguatan Pers Mahasiswa Lewat PKS Dewan Pers dan Ditjen Diktiristek
Penulis: Annisa Rahma Aulia
Bermula pada 18 Maret lalu, Dewan Pers bersama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang di dalamnya berisikan perlindungan terhadap aktivitas jurnalisme di lingkungan perguruan tinggi.
Pada Sabtu (27/04), Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia mengadakan diskusi secara terbuka dengan mendatangkan narasumber Arif Zulkifli selaku anggota Dewan Pers sekaligus Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan. Selain itu juga Noval Kusuma perwakilan dari Badan Pekerja Advokasi PPMI Tuluanggung.
Ruang lingkup perjanjian kerja sama ini terdiri dari peningkatan kompetensi mahasiswa dalam aktivitas jurnalistik di lingkungan perguruan tinggi, penyelesaian sengketa yang timbul dari aktivitas jurnalistik mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi, pelaksanaan Merdeka Belajar Kampus Merdeka bagi mahasiswa yang dilaksanakan secara mandiri oleh pihak ke satu di lingkungan Dewan Pers, serta pertukaran data dan informasi yang relevan dengan tujuan perjanjian ini.
Noval Kusuma menyampaikan payung hukum aktivitas jurnalisme di lingkungan kampus perlu diadakan karena pada tahun 2020-2021 telah terjadi 185 kasus represi pada pergerakan jurnalisme mahasiswa.
“Persma harus dibina, dididik, dan diajari terkait pers. Bukan hanya direpresi, dibredel dan sebagainya. Menurut saya persma adalah lembaga yang paling independen. Sudah seharusya kita meregulasi untuk meningkatkan kompetensi dari pers mahasiswa,” jelas Noval.
Selain itu, Noval juga mengusulkan agar sengketa apapun yang dialami pers mahasiswa, sebaiknya diselesaikan oleh Dewan Pers, dan bukan dari lembaga kampus, lembaga aparat, atau lembaga apapun.
Sama halnya dengan yang disampaikan oleh Arif Zulkifli, bahwa persma harus menjalankan fungsinya sebagai media yang melakukan kritik sosial meskipun terkadang kritik tersebut tidak ditanggapi dengan baik.
“Justru dianggap sebagai pencemaran nama dan sebagainya, sehingga para pegiat pers mahasiswa kemudian ada yang direpresi,” kata Arif.
Arif menerangkan bahwa perjanjian kerja sama antara pihak Dewan Pers dan Kemendikbudristek ini pada intinya terdapat dua fokus. Yang pertama, jika ada sengketa Persma dengan pihak lain ataupun civitas akademika, maka kedua pihak menyepakati untuk melibatkan Dewan Pers. Yang kedua adalah kedua belah pihak bersepakat untuk saling membantu termasuk bertukar informasi satu sama lain agar terjadi peningkatan kapasitas pada wartawan yang terhimpun pada pers mahasiswa.
Selanjutnya Arif mengharapkan agar perjanjian kerja sama ini dapat ditingkatkan statusnya menjadi peraturan kementerian meskipun perjanjian ini masih terbilang baru.
“Kita tidak tahu apa yang terjadi, tapi paling tidak dalam PKS ini kita sudah bisa mengunci hal-hal yang bisa kita kunci,” ucap Zulkifli.
Lalu untuk lembaga Pers Mahasiswa yang berada dibawah naungan Kementerian Agama sedang dipersiapkan. Arif mengungkapkan bahwa Dewan Pers telah bertemu dengan Kementerian Agama untuk membahas terkait hal ini.
“Saya menganggap mestinya (PKS, red) lebih mudah karena sudah ada contohnya dengan PKS bersama Kemendikbudritek. Mudah-mudahan bisa cepat selesai, minimal sebelum ganti pengurus Dewan Pers,” lanjut Arif.
Ia juga mengatakan terkait PKS ini belum disosialisasikan ke seluruh kampus, karena ditandatangani menjelang lebaran. Namun pasca lebaran ini diharapkan sosialisasi dapat dilakukan secara aktif kepada perguruan tinggi maupun lembaga pers mahasiswa.
Sembari menunggu proses sosialisasi, pers mahasiswa perlu meningkatkan kapasitas dan memperbaiki pengetahuan etik maupun teknik liputan serta teknik menyampaikan informasi dalam bentuk teks, video, maupun audio.
“Agar tidak ada ruang buat mereka yang keberatan dengan liputan kita yang mempersoalkan secara etik. Maju terus Pers mahasiswa, Dewan Pers akan tetap melakukan usaha yang terbaik untuk mendampingi dan melindungi.” pungkasnya.
Editor: Fani Ramadhani
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!