RESENSI

Menilik Tradisi Pembantaian Lumba-Lumba Di Kota Taiji Dalam Film The Cove


Penulis : Airlangga Kepri Nusantara


The Cove merupakan Sebuah film dokumenter  karya Louise Psihoyos yang dirilis pada tahun 2009. Film yang mengisahkan  perjalanan  Ric O’Barry seorang mantan pelatih lumba-lumba yang mengungkapkan praktik perburuan lumba-lumba di kota Taiji, Jepang. Selain itu,  film ini juga mengungkap rahasia yang disembunyikan oleh pemerintah Jepang dari media luar. 

Ric O’Barry memulai karirnya dalam menjadi pelatih lumba-lumba sejak tahun 1960, sekaligus melatih lumba-lumba yang digunakan dalam serial televisi populer berjudul Flipper. Namun, ia memutuskan pensiun usai menyaksikan salah satu lumba-lumba yang diberi nama Flipper meregang nyawa di hadapan matanya. 

Flipper merupakan salah satu lumba-lumba yang dilatih oleh Ric. Lumba-lumba tersebut memutuskan bunuh diri akibat tekanan yang mendalam. Oleh  karena itu Ric tergugah mendedikasikan hidupnya untuk melestarikan lumba-lumba di alam liar. 

Dilain itu, film ini juga menyoroti salah satu tradisi Jepang bernama Taiji the Hunt yang masih dipertahankan  oleh masyarakat Jepang sejak berabad-abad lamanya. Tradisi ini juga di legalkan oleh pemerintah setempat meski telah menuai kecaman dari kancah dunia internasional.

Pemerintah Jepang beralasan bahwa tradisi Taiji merupakan bagian dari tradisi dan budaya lokal yang harus dipertahankan. Untuk itu pemerintah jepang mengatakan bahwa perburuan lumba-lumba bukanlah bagian dari perburuan paus yang telah diatur International Whaling Commission (IWC) sehingga mereka menganggap tidak melanggar perjanjian internasional tersebut.   

Tradisi yang dilakukan setiap bulan September hingga Maret ini, mengumpulkan puluhan nelayan untuk menangkap lumba-lumba dalam jumlah besar di sekitaran wilayah teluk Taiji. Namun dalam pelaksanaannya, lumba-lumba tersebut dibunuh secara kejam dengan mengatasnamakan tradisi turun-temurun.

Dalam aksi yang direkam oleh Ric dan rekannya,  para nelayan akan mengganggu indera pendengaran  lumba-lumba dengan menggunakan suara-suara bising, nantinya lumba-lumba tersebut akan dihalau menuju pesisir. Untuk mencegah kaburnya lumba-lumba yang berhasil ditangkap, para nelayan akan membuat jaring dari dua batang logam di dalam laut.

Lumba-lumba yang dinilai berkualitas bagus, akan dijual hidup-hidup ke pusat penangkaran hewan. Sedangkan yang lainnya akan dibunuh secara massal dan daging lumba-lumba  tersebut dijual ke berbagai pasar terdekat untuk dikonsumsi oleh masyarakat sekitar.

Masyarakat jepang di beberapa daerah kerap kali mengonsumsi daging lumba-lumba dalam kehidupan sehari–hari sebagai tradisi yang sudah diwariskan secara turun temurun. Hal itu dulunya disebabkan oleh masa kekurangan pangan yang cukup parah akibat perang di Jepang.

Namun dalam penelitian yang dilakukan oleh Tetsuya Endo seorang  professor dari Health Sciences University Of Hokkaido menjelaskan bahwa mengonsumsi  daging lumba-lumba dan paus berbahaya bagi kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam tubuh hewan mamalia tersebut memiliki zat merkuri yang berbahaya bagi tubuh manusia.

Namun aksi Ric dan kawan-kawan ditentang oleh pemerintah daerah dan nelayan setempat. Tak tanggung-tanggung Ric dan kawannya sering kali dibuntuti oleh orang-orang yang berhubungan dengan penangkapan lumba-lumba di daerah tersebut, tak jarang pula Ric beserta rekannya mendapat kekerasan. 

Untuk menghindari kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan nelayan, Ric dan tim menggunakan kamera tersembunyi untuk merekam aksi perburuan lumba-lumba di daerah tersebut.

Dengan bantuan Charles Hambleton  yang merupakan seorang penyelam profesional,  ia dan tim memasang kamera tersembunyi itu di tebing dan di dalam air agar dapat memantau  aktivitas yang dilakukan oleh  para nelayan selama masa perburuan lumba-lumba.

Adegan memuncak ketika Ric mencoba menunjukan rekam pembantaian lumba-lumba kepada Deputi Perikanan Jepang yang bernama Hideki Moronuki setelah dirinya membantah adanya praktik tersebut. Selain itu terdapat cuplikan kontroversial ketika Ric mengganggu rapat International Whaling Commission (IWC) dengan  menampilkan rekaman proses penangkapan dan pembantaian lumba- lumba yang dilakukan secara kejam di kota Taiji.

The Cove membahas isu seputar perburuan lumba-lumba yang dinilai kejam di kota Taiji, demikian pula film ini menyoroti dampak lingkungan serta  kesehatan  manusia akibat konsumsi daging lumba-lumba yang mengandung zat merkuri. Selain itu, film ini menyelidiki tuduhan bahwa Jepang mempengaruhi International Whaling Commission (IWC) dengan merekrut negara-negara kecil agar dapat mendukung perburuan paus. 

Walaupun pembukaan film ini dirasa membuat penonton merasa bosan, sehingga penyampaian maksud dan tujuan film menjadi kurang efisien, namun film ini mengkritik adanya perburuan tersebut serta mengajak penonton untuk lebih peduli terhadap hak hewan dan pelestarian spesies lumba-lumba. Menjadikan film dokumenter karya Louise Psihoyos ini memenangkan penghargaan sebagai Academy Award for Best Documentary Feature pada tahun 2010.


Editor : Annisa Rahma Aulia