KILAS KOTA

Gelar Diskusi Bersama, Walhi Soroti Dampak Penggunaan Batubara dan Energi Terbaru


Penulis : Muhammad Sahnan Lubis


Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi Riau) mengadakan acara diskusi sekaligus  buka puasa bersama dengan tema “Hentikan Penggunaan Batubara, Dukung Transisi Energi Berkeadilan “  yang digelar di Rumah Gerakan Rakyat Walhi Riau ,Pada Selasa (18/03)

Dengan  menghadirkan tiga pembicara yakni, Ahlul Fadli dari  Walhi Riau, Iroy Mahyuni Perwakilan Rakyat yang Melawan dari Desa Batu Ampar, serta Tarmizi selaku perwakilan dari Forum Indonesia Untuk Transparansi  Anggaran  (Fitra) Riau.

Diskusi ini menjelaskan mengenai dampak penggunaan energi Batubara yang yang dapat mengakibatkan perubahan iklim karena pembakaran karbon (Co) di udara. Riau sendiri, merupakan salah satu provinsi yang menggunakan  Batubara sebagai salah satu energi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hal ini dilakukan karna Batubara memiliki nilai harga yang lebih murah dibandingkan dengan energi fosil lainnya.

Tarmizi memaparkan jika  Riau akan melakukan  transisi dari energi Batubara menjadi Energi Baru dan  Terbarukan (EBT),  menimbang jika  penggunaan energi Batubara yang dilakukan  secara terus menerus dapat menyebabkan masalah pada lingkungan, kesehatan dan kehidupan manusia.

“ Penggunaan Batubara secara terus menerus dapat pemanasan global, polusi udara, aliran sungai tercemar, kondisi tanah menjadi rusak. ”Jelasnya.

Iroy Mahyuni, sebagai salah satu  perwakilan masyarakat Desa Batu Ampar yang melawan menjelasakan adanya aktivitas ekpoilitasi pertambangan dengan menggunakan metode blasting  oleh PT Bara Prima Pratama (BPP) mengakibatkan hancurnya rumah-rumah warga

“Akibat aktifitas pengeboman PT BPP tersebut banyak perumahan warga yang hancur dan retak, ”Ujarnya

Lebih lanjut,  diperkirakan sebanyak 60 rumah warga mengalami kerusakan akibat getaran yang dihasilkan oleh aktivitas pengeboman tersebut. Meski awalnya tidak melakukan perlawanan karena banyak masyarakat yang ikut bergabung dalam perusahaan PT BPP, adanya dampak pada lingkungan sekitar membuat  masyarakat akhirnya sepakat untuk melakukan perlawanan. Selain itu, ia  juga menyoroti dampak lingkungan yang ditimbulkan

“Dua sungai besar di desa saya kini rusak dan tercemar, tidak lagi jernih seperti biasanya hingga sekarang” jelasnya.

Menanggapi penjelasan tersebut, Direktur Eksekutif Riau (CEO) Riset Senter sekaligus Ketua Program Percepat Pertahanan Sosial Provinsi Riau, yang juga mantan direktur WALHI periode 2005 – 2009, Joni Setiawan Mundung, turut prihatin dengan adanya  kegiatan eksploitasi tersebut, lebih lanjut ia juga mengatakan jika kegiatan ini melangar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Ia juga menekankan bahwa kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas eksploitasi PT BPP sudah sangat parah dan merusak kondisi alam dan masyarakat sekitar.

“Kondisi alam rusak, kondisi sungai rusak, pepohonan dan tanaman rusak. Perusahaan seperti itu harus ditutup karena merusak kondisi alam dan sosial masyarakat meskipun ada ganti rugi, tapi itu tidak menjadi jaminan,|” Ujarnya.

Lebih lanjut, Joni menyarankan agar masyarakat Desa Batu Ampar membentuk organisasi rakyat dan mempelajari advokasi sebagai upaya melakukan perlawanan.

“Saran saya Adakan pelatihan hukum agar masyarakat bisa membela diri dan tidak melakukan demonstrasi asal-asalan karena kurangnya pengetahuan,” tutupnya.


Editor : Halimatul Yusriah