Naif dan Rapuhnya Cinta Pertama Dalam Balutan Lagu “First Love/Late Spring”
Penulis : Khairunnisa Balqis
Konsep lagu tentang kegelisahan yang digemakan dalam judul ‘First Love/Late Spring‘. Pola umum dalam judul ‘First Love,’ yang biasanya ditampilkan sebagai kisah cinta yang polos dan naif. Namun, ketika idealisme musim semi memudar ke dalam realitas musim panas yang keras, ‘Akhir Musim Semi’ menyinggung kesulitan cinta pertama. Mitski mencoba menggambarkan hal ini dalam lagu “First Love/Late Spring” dari albumnya yang dirilis pada tahun 2014, Bury Me at Makeout Creek.
Mitski Miyawaki (lahir dengan nama Mitsuki Laycock) adalah seorang penyanyi dan penulis lagu Jepang-Amerika. Lahir di Prefektur Mie, Jepang dari seorang ayah Amerika dan ibu Jepang, ia sering berpindah-pindah saat tumbuh dewasa karena pekerjaan ayahnya di Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, tinggal di Turki, Tiongkok, Malaysia, Republik Ceko dan Republik Demokratik Kongo sebelum menetap di Amerika Serikat. Dia bernyanyi dalam paduan suara di sekolah menengah dan berusia 18 tahun ketika dia menulis lagu pertamanya dengan piano.
Dia merilis sendiri dua album pertamanya, Lush dan Retired from Sad, New Career in Business, saat belajar komposisi studio di Purchase College’s Conservatory of Music. Album-album tersebut awalnya dibuat sebagai proyek seniornya. Album studio ketiganya, Bury Me at Makeout Creek, dirilis pada tahun 2014 di bawah label Double Double Whammy.
“The black hole of the window where you sleep
The night breeze carries something sweet, a peach tree”
Dalam lirik pertama, Mitski menggunakan frasa yang artinya “lubang hitam dari jendela di mana kamu tertidur” sebagai perwujudan dari maksud bahwa seseorang yang pilu akan kerinduan sosok kekasih, dan diikuti oleh “Angin malam membawa sesuatu yang manis, pohon persik” yang mana pohon persik sendiri digambarkan sebagai perasaan suka-duka yang dirasakan yang dibawa oleh ‘angin malam’ tersebut. Lirik-lirik ini menggambarkan perasaan rindu yang kompleks serta manis namun penuh luka, dan mengajak pendengar untuk merasakan kedalaman emosi yang Mitski coba untuk siratkan. Mitski dengan cemerlang menampilkan esensi kerinduan sebagai sesuatu yang tidak hanya menyakitkan tetapi juga indah dalam kejujurannya menulis lirik ini.
“Wild women don’t get the blues, but I find that lately, I’ve been crying like a tall child”
Kata “Wanita liar” bermaksud wanita yang tangguh dan bebas dalam hidupnya. Mitski mempertegas maksud wanita di sini sebagai figur yang pantang bersedih, mandiri, serta kuat. Seperti yang Mitski coba jelaskan dengan kalimat “…don’t get the blues” yang merupakan idiom bermakna “…tidak mengalami perasaan sedih,” Mitski sedang menantang aspek wanita tangguh di dunia nyata yang mana wanita ini menolak untuk merasakan patah hati dengan merangkul perasaan rentannya sendiri yang tersirat dalam lirik selanjutnya yaitu “namun aku merasa akhir-akhir ini waktu aku habiskan untuk menangis seperti anak yang bertubuh jangkung.”
“And I was so young when I behaved 25
Yet now, I find I’ve grown into a tall child”
Mitski menulis karya ini dengan cara yang paling puitis. Cara dia menyebutkan ‘seorang anak yang tinggi’ yang memiliki satu hal yang berkaitan dengan menjadi orang dewasa, namun berperilaku tidak seperti wanita dewasa.
Bagian refrain sebuah lagu sering kali bertujuan sebagai pusat penggambaran emosi. “So please, hurry, leave me, I can’t breathe. Please don’t say you love me.”
Dalam lirik ini, Mitski mewujudkan dualitas yang mendalam, diantaranya ada permohonan akan jarak dan ruang, sekaligus mengekspresikan hasrat yang mendalam akan kepastian. Dinamika emosi yang rumit ini menggambarkan kompleksitas dimensi emosi manusia, khususnya dalam hubungan. Sebaliknya, seruan bersamaan untuk mendapatkan kepastian menekankan aspek kerentanan yang tertanam dalam sosok wanita ini. Saat menginginkan ruang, seringkali ada ketakutan yang mendasari akan kehilangan hubungan atau dilupakan. Kerinduan akan kepastian ini mencerminkan kebutuhan yang mendalam akan penegasan bahwa ikatan itu tetap utuh meskipun ada jarak fisik atau emosional. Hal ini menunjukkan kegelisahan yang dapat menghantui di saat-saat kesendirian bersamaan dengan saat mempertanyakan arti cinta, komitmen, dan masa depan. Jalinan antara keinginan untuk mendapatkan ruang dan mencari kepastian ini menciptakan hamparan emosional yang mewah. Lirik ini melukiskan peliknya hubungan antar manusia, di mana setiap orang menyelaraskan kehendak mereka sambil berusaha mempertahankan hubungan dengan kekasih.
Salah satu keunikan yang terkandung dalam lagu ini adalah Mitski menggunakan Bahasa Jepang yang mana bahasa natif Mitski sendiri. “胸がはち切れそうで (Mune ga hachikire-sōde)” yang mana secara harfiah bermakna tekanan di dada yang akan meledak disebabkan perasaan menggebu-gebu. Gambaran dada yang “meledak” dijadikan sebagai metafora yang kuat terhadap sensasi fisik yang sering diiringi oleh emosi yang kuat seperti kecemasan, cinta, kesedihan, ataupun kegembiraan. Ketika seseorang mengalami perasaan yang berlebihan, perasaan ini dapat dirasakan di dalam tubuhnya, khususnya di area dada. Sensasi ini dapat berupa rasa sesak, tekanan, atau detak jantung yang berdegup kencang, yang semuanya dapat terasa seakan-akan berproses untuk meledak.
“One word from you and I would, Jump off of this ledge I’m on, Tell me, ‘Don’t’, so I can crawl back in”
Gambaran tertatih-tatih menunjukkan keseimbangan yang rentan, menyoroti konflik batin yang dihadapi oleh individu. Di satu sisi, komitmen merepresentasikan sebuah lompatan menuju kerentanan dan koneksi, yang sering kali disertai dengan harapan dan kegembiraan. Hal ini menandakan kepercayaan terhadap orang lain dan kemauan untuk berinvestasi secara emosional dalam sebuah hubungan. Namun, lompatan ini juga memicu rasa takut dan cemas, karena komitmen mengharuskan seseorang untuk menyerahkan sebagian kendali dan membuka diri terhadap potensi sakit hati. Tindakan meminta izin untuk mundur pada lirik “Tell me, ‘Don’t’, so I can crawl back in” menambah lapisan kompleksitas lain pada kondisi emosi yang ada. Ungkapan ini menyiratkan desakan akan validasi perasaannya-pengakuan bahwa tidak apa-apa untuk mundur ketika merasa kewalahan terhadap perasaan sendiri.
Beberapa bagian lagu ini menggunakan lirik-lirik yang memuat banyak teka-teki dan permainan kata dalam menggambarkan maksud dan makna dari yang ingin Mitski sampaikan. Dimulai dengan majas personifikasi pada awal lagu, yang perlu referensi serta pendalaman lebih lanjut dalam memaknai apa ‘something sweet’ yang dibawa oleh ‘the night breeze’ ini, kalimat ini bisa berarti apa saja jika belum mencoba memaknai keseluruhan lagu dan aliran Mitski dalam diskografinya.
Namun, pada beberapa bagian lagu seperti pembuka refrain lagu di bagian kedua, lagu mudah dipahami. “And I was so young when I behaved 25,” pendengar bisa mudah memahami bahwa Mitski ingin menyampaikan figur seorang kekasih yang merasa dewasa sebelum waktunya. “Lately, I’ve been crying like a tall child,” di sini juga pendengar dapat menafsirkan secara harfiah bahwa seorang kekasih menangis seperti orang ‘bertubuh’ besar, terlepas mengikuti aspek psikologis maupun ‘emosional.’
Melodi dalam lagu ini juga beriringan secara harmonis dalam menyampaikan dinamika di lagu ini. Permainan gitar bas pada pembuka lagu turut mengaluni lirik tersebut, mengantarkan secara tepat pada awal dari lagu yang mencoba menggambarkan kekosongan dan kerinduan seorang kekasih. Refrain lagu ini dinyanyikan dengan tambahan vokal yang memberi kesan tumpang-tindih dengan karakter suara lebih dalam daripada vokal Mitski, hal ini membuat karakter lagu First Love/Late Spring menyentil aspek sentimental pendengarnya lebih keras. Instrumental yang menjembatani antarlirik pada lagu ini yang ditandai dengan permainan gitar dan bas yang menonjol, ditemani alunan drum sebelum memasuki pembuka refrain lagu di bagian dua dengan liriknya relatif pendek, membuat pendengar dapat menangkap kesan dinamika aspek emosional percintaan dalam hubungan dengan susunan komposisi permainannya alat musik yang beragam dalam interval tertentu. Bagian akhir lagu relatif memperjelas bahwa makna dari lagu ini cukup menyayat hati dengan menutupnya dengan pilihan lirik yang menegaskan kerapuhan serta kompleksitas perasaan seorang kekasih, menyorot juga karakter utama di lagu ini, “tolong tinggalin aku, aku ga bisa napas.”
Editor : Annisa Rahma Aulia