Berkenalan dengan Diversifikasi dan Keamanan Pangan di Indonesia

Oleh : Johan Hariwitonang

Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Islam Riau (UIR) adakan kuliah umum bersama , yakni  Mohamad Kashuri, S.Si. Apt., M.Farm─ Kepala BPOM  (Badan Pengawas Obat dan Makanan)  Pekanbaru. Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa-mahasiswa dari 2 fakultas yang berbeda yakni Fakultas Pertanian dan Hukum. Bertempatan di Auditorium Lantai IV- Rektorat UIR, kuliah umum ini mengangkat tema Diversifikasi dan Mutu Pangan dalam Menunjang Keamanan Pangan di Riau (3/1).

Awal mulai kuliah umum beliau menyampaikan tentang masalah pangan di Indonesia, hal ini berkaitan langsung dengan permasalahan pangan yang ada di Riau yakni terkait Riau masih mengimpor beras dari negara tetangga. Maka, hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih kurang bisa memanfaatkan potensi pangan seperti jagung, gandum, ubi dan lainnya yang dapat menjadi faktor pendukung utama diversifikasi pangan.

Diversifikasi pangan sendiri diartikan sebagai sebuah program yang dimaksudkan agar masyarakat tidak terpaku pada satu jenis makanan pokok saja serta terdorong untuk mengonsumsi bahan pangan lainnya sebagai pengganti makanan pokok yang selama ini dikonsumsi. Di Indonesia, diversifikasi pangan dimaksudkan agar masyarakat Indonesia tidak menganggap nasi sebagai satu-satunya makanan pokok yang tidak dapat digantikan oleh bahan pangan yang lain.

Dalam forum juga disinggung mengenai keamanan pangan, yakni kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis seperti dari serangga kecoa dan tikus serta bahan kimia seperti sianida yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Masalah keamanan pangan yang dibahas adalah tentang nata de coco dari plastik.

 “Sebenarnya hal itu tidak benar, ketika nata de coco ditekan dan habis airnya dan dia kempes itu bukan plastik hanya saja airnya yang sudah keluar habis dan tinggal selulosanya saja sama halnya dengan kejadian di Kampar, tahun 2018 lalu terjadi keracunan di acara kawinan, ternyata masalahnya ada pada air kipas angin yang digunakan, berasal dari sumur yang tentu tidak bersih hal ini kaitannya dengan maslaah hygiene dan sanitasi”, ujar Kashuri.

Memasuki sesi tanya jawab, Adi Setiawan mahasiswa Faperta, mengajukan pertanyaan seputar bagaimana pandangan BPOM tentang makanan tinggi kalori seperti minas yang telah banyak beredar di Pekanbaru. Kashuri menjawab, hal ini kaitannya dengan pengawasan tiga lapis yang dilakukaan oleh produsen, konsumen, dan pengawasan BPOM, produsen harus bertanggung jawab dengan apa yang dibuatnya, kemudian jika pertahanan pertama lolos, konsumen yang cerdas adalah pertahanan terakhir.

Tanjung, mahasiswa Fakultas Hukum juga ikut serta mengajukan pertanyaan mengenai masalah makanan yang tidak memiliki izin edar ssanksi pidana bagi oknum yang berlaku curang. “Badan POM mengawasi seluruh produk makanan kemasan maupun yang berhubungan dengan hal tersebut, BPOM online adalah  aplikasi yang bisa digunakan oleh masyarakat untuk mengecek suatu produk ada izin edar maupun halal atau tidaknya,. Terkait dengan produk kemasan yang tidak memiliki izin edar, mengacu pada UU nomor 18 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pangan di Indonesia, maka orang/instansi terkait akan dikenakan sanksi 2 tahun penjara dan denda 4 milyar rupiah”, ugkap Kashuri.

Di akhir kegiatan ditutup denagn pembagian hadiah bagi paramahasiswa yang telah bertanya dan telah mengikuti akun instagram BPOM Pekanbaru serta penyampaian tips bagi mahasiswa yang nge-kos.

“Mahasiswa harus pandai cek KLIK terlebih dahulu, yaitu cek Kemasan, Label, Izin edar, dan cek Kadaluarsa di kemasan makanan yang akan dibeli”, tutup Kashuri .

Editor : Aldrila Febriana S

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *