Aksi Tolak UU Cipta Kerja di Pekanbaru Berakhir Ricuh
Penulis: Rahmat Amin Siregar dan Muhammad Qordawi
“DPR goblok… DPR goblok… DPR goblok”.
Begitu yel-yel yang dilontarkan para aksi demonstrasi, ketika baru tiba di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau. Aksi masal ini tidak hanya diikuti oleh seluruh mahasiswa saja, tetapi juga dari beberapa komunitas, buruh, dan masyarakat di Pekanbaru. Kamis, (08/10).
Di Gedung DPRD, Kepolisian Resor (Polres) Kota Pekanbaru sudah berjaga dengan perlengkapannya dan juga mobil taktis water cannon telah disiapkan.
Para demonstran berkumpul untuk menuntut dan menyatakan protes terhadap pengesahan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja pada Senin, (05/10) lalu. Hal ini terjadi karena terdapat beberapa pasal pada UU Cipta Kerja yang dianggap banyak merugikan pihak buruh maupun pekerja.
Seperti pada pasal 42 ayat (1) memudahkan izin kerja tenaga asing, pasal 61 dan pasal 61A status kerja kontrak, pasal 78 jam lembur lebih lama, pasal 79 ayat (2) pengurangan waktu istirahat, pasal 88C penghapusan Upah Minimum Kabupaten (UMK), pasal 156 skema pesangon lebih kecil serta pasal 165 lembaga pengelolaan investasi tidak di awasi oleh badan pemeriksa keuangan.
Pukul 14:00 WIB massa aksi sudah memenuhi jalan depan Gedung DPRD untuk berorasi. Setelah itu, massa memaksa masuk ke dalam gedung DPRD, dengan tujuan untuk berbicara dengan perwakilan DPRD Pekanbaru. Namun, massa tidak kunjung diizinkan oleh aparat kepolisian untuk memasuki gedung DPRD membuat kericuhan terjadi, barisan massa aksi mulai melempar botol, kayu, dan batu ke arah blokade kepolisian.
Selang satu jam dari orasi, pukul 15:00 WIB, kendaraan taktis water cannon mulai mengarah kepada demonstran. Tidak berlangsung lama, aparat melihat massa tidak getir kembali menembaki gas air mata yang membuat para demonstran berhamburan lari, untuk menghindari perihnya tembakan dan membantu rekannya yang mulai kesakitan, bukan hanya karena gas air mata tapi pukulan-pukulan yang di dapat dari pihak aparat kepolisian.
Disisi lain, Awi Sahputra (17) salah satu murid yang duduk di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Pekanbaru, berencana untuk makan siang bersama temannya disekitaran Jalan Sudirman, karena penasaran oleh banyaknya massa, Awi bersama temannya pun memutuskan untuk berhenti dan melihat kondisi di lingkungan aksi.
Gas air mata ditembakkan kearah demonstran, kendaraan taktis water cannon maju mengambil posisi, kericuhan pecah, saling lempar antara demonstran dengan aparat kepolisian terjadi, akibat dari pembubaran paksa massa yang tuntutannya tidak terpenuhi oleh DPRD Riau, untuk menyatakan sikap menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Melihat demonstran yang berlarian, Awi dan sebagian kecil demonstran berlari menuju kawasan kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Riau, yang tepat berada di sisi kiri Jalan Mekar Sari. Awi dan beberapa orang lainnya berlari sembunyi di parkiran belakang kantor MUI, tidak lama setelah itu beberapa aparat kepolisian menariknya.
“Kau tadikan, kau tadikan” Seorang pria berbaju hitam menggunakan helm menghampiri sembari menarik lengan bajunya.
“Gak ada pak, gak ada, demi allah” ujar Awi kebingungan.
Tanpa mendengarkan penjelasan Awi sebelumnya, datang seorang pria yang langsung memukul dibagian perut dan mendorongnya ke pagar belakang kantor MUI, sehingga badannya membentur pagar besi tersebut. Tidak sampai disitu, Awi terus mendapat pukulan lebih dari lima orang aparat kepolisian yang berada di luar pagar.
”Bagian perut di sodor pakai kayu” sambil menggerakan tangannya ke arah perut, seolah mencontohkan tidakan yang baru saja ia alami.
Awi adalah salah satu dari contoh tindakan represif aparat kepolisian dalam pengamanan demonstrasi kali ini. Dikutip dari Riau1.com Presiden Mahasiswa Universitas Riau (UNRI) Syafrul Ardi menyebutkan, bahwa terdapat rekan-rekannya yang mengalami luka-luka akibat kekerasan dari pihak keamanan saat aksi ini.
“Saat Koalisi Rakyat Riau baru datang, sudah langsung menerima tembakan gas air mata. Lumayan banyak korban luka-luka dikarenakan tembakan, bahkan terjatuh saat dikejar-kejar”.
Menurut data yang didapatkan, Kepolisian sudah mengamankan setidaknya sepuluh orang demonstran untuk diperiksa. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru melakukan pendampingan hukum bagi kesepuluh orang tersebut. Pengacara yang diutus LBH untuk mendampingi mereka adalah Noval, Andi Wijaya dan Rian Sibarani.
Noval Setiawan, mengatakan bahwa, mereka ditahan karena berada dalam aksi demonstrasi saat keributan terjadi.
“Ada dua tempat, pertama dibarisan depan aksi demonstrasi, saat mengamankan diri ke pos Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di gedung DPRD. Kedua di arah Rumah Sakit (RS) Syafira dan kawasan pemukiman, saat mereka hendak mengamankan kawan mereka yang sakit. Mereka dibawa dari areal demonstrasi sekitar pukul 17.30 WIB”.
Kesepuluh orang tersebut adalah; Aulia Rahmi Utari (Universitas Pahlawan Kampar), Handika Agara, Gope Mandala, Zikri, Tri Agung, Ridho, Rizal (Uiversitas Muhammadiyah Riau), Muhammad Diaz Rahmadi (Politeknik Kampar), Wawa (Universitas Islam Riau), dan Salman Pariz (Masyarakat).
Mereka diperiksa di dua ruangan yang berbeda, pemeriksaan dengan cara wawancara atau interogasi terkait dengan demonstrasi yang berakhir ricuh. Setelah mereka selesai diperiksa dan dilakukan swab test dan rapid test. Mereka diperbolehkan pulang saat dijemput oleh penjamin Kepolisian Daerah (Polda) Riau dan setelah menandatangani surat jaminan.
Foto: Dendi Al Rizky
Editor: Arniati Kurniasih