Gerakan Mahasiswa UIR Menolak Naiknya Harga BBM


Oleh: Rahmat Amin Siregar


Seorang mahasiswa, dengan pita hijau di keningnya, dari pantauan AKLaMASI sempat dibawa aparat kepolisian. Berselang lima menit, mahasiswa tersebut dikeluarkan kembali oleh aparat kepolisian dari area Gedung DPRD Riau ke massa aksi.


Sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Istana Merdeka, Sabtu, 3 September lalu, aksi penolakan kebijakan baru tersebut muncul di berbagai kota di Indonesia.

“Saat ini pemerintah membuat keputusan dalam situasi yang sulit. Ini adalah pilihan terakhir pemerintah yaitu, mengalihkan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis BBM akan mengalami penyesuaian,” kata Jokowi dalam jumpa pers.

Lantas saja, kebijakan yang langsung diterapkan hari itu mendongkrak harga Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter dari semula Rp 7.650 per liter. Sedangkan Solar subsidi naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax naik sebesar Rp 2.000 per liter dari harga semula, Rp 12.500 per liter.

Wacana kenaikan harga BBM bersubsidi ini memang mencuat dalam waktu belakangan, sebelum kebijakan diambil pemerintah. Musababnya, bengkak nilai subsidi energi yang mencapai Rp 502 triliun.

Di Riau sendiri, aksi penolakan terhadap kenaikan harga BBM ini telah terjadi sejak minggu lalu.

Gerbang Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau (DPRD Riau) pun disambangi berbagai elemen masyarakat. Misalnya, pada Senin (5/9) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO Cabang Riau.

Sehari setelahnya, Cipayung Plus yang terdiri dari berbagai organisasi kemahasiswaan di

Riau juga menyambangi Gedung DPRD Riau. Kamis lalu (8/9), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Riau juga melakukan unjuk rasa yang mendesak dan menuntut pemerintah pusat untuk mengembalikan harga BBM bersubsidi.

Begitu pula di Senin sore (12/9), ratusan mahasiswa Universitas Islam Riau (UIR), yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa UIR memenuhi gerbang masuk Gedung DPRD Riau. Massa aksi dalam pantauan AKLaMASI tiba pukul 15.30 WIB.

“Pemerintah lagi dan lagi membuat kebijakan yang menyengsarakan masyarakat. Maka dari itu, ketika pemerintah tak sanggup lagi untuk berpikir dan memberikan analogi-analogi yang jelas, maka kita dari mahasiswa berhak menyampaikan ide dan gagasan kita,” ajak Dedi Sofhan (Ketua BEM Fakultas Hukum UIR) kepada massa aksi lainnya.

Buruh tani mahasiswa rakyat miskin kota, bersatu padu rebut demokrasi, gegap gempita dalam satu suara, demi tugas suci yang mulia. Hari hari esok adalah milik kita, terciptanya masyarakat sejahtera, terbentuknya tatanan masyarakat, Indonesia baru tanpa orba,” kidung Buruh Tani dari Marjinal masih dilantunkan oleh massa aksi.

Hingga pukul 16.27 WIB, perwakilan DPRD Riau tak kunjung muncul untuk menemui massa aksi. Aksi dorong-dorongan dengan aparat kepolisian juga turut terjadi, sebab massa aksi menuntut masuk kedalam Gedung DPRD Riau.

Sekitar pukul 16.40 WIB aksi dorong-dorongan terjadi kembali. Kali ini lebih besar. Seorang mahasiswa, dengan pita hijau di keningnya, dari pantauan AKLaMASI sempat dibawa aparat kepolisian ke dalam wilayah Gedung DPRD Riau. Namun, hal ini hanya terjadi 5 menit dan dikeluarkan kembali oleh aparat kepolisian.

“Gerakan Mahasiswa UIR sebagai kaum intelektual, yang turut mengkaji perihal kenaikan BBM bersubsidi, dengan tegas menolak tersebut,” kata Taufiq Hidayat selaku Koordinator Lapangan aksi kali ini, di depan Ketua DPRD Riau, Yulisman, yang baru menjumpai massa aksi pada pukul 17.00 WIB.

Selain itu, salah satu poin daripada tuntutan Gerakan Mahasiswa UIR ini adalah mendesak pemerintah untuk mencabut kebijakan yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat pasca pandemi.

“Dua, mendesak pemerintah untuk memberantas mafia minyak yang menjadi sumber masalah ketersediaan BBM di Indonesia,” lanjut Taufiq.

Pemerintah juga diminta untuk membuat regulasi yang mengatur pembelian BBM bersubsidi, agar tepat sasarannya. Disamping itu, massa aksi juga mendesak pemerintah untuk membangun dan mengembangkan hilirisasi minyak bumi.

“Karena mengingat, Riau adalah provinsi penghasil minyak bumi terbesar secara nasional. Kelima, meminta Ketua DPRD Provinsi Riau beserta Pimpinan, memberi statement penolakan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi,” kata Taufiq, meminta sikap DPRD Riau untuk pro kepada rakyat.

Agung Nugroho, Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau yang ikut menemui massa aksi menyampaikan, “Hari ini, saya selaku pimpinan DPRD, namun juga dari Fraksi Partai Demokrat, kami bersama adek-adek, setuju dan sepakat menolak kenaikan BBM,” tutup Agung yang disambut gemuruh tepuk tangan massa aksi.

Sedangkan Yulisman, menerima poin-poin tuntutan dari massa aksi ini dalam selembar kertas di map warna hijau yang diberikan Gerakan Mahasiswa UIR.


Editor: Gerin Rio Pranata

Fotografi: Danu Harry Pratama

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *