Mengurangi Penggunaan Sampah Plastik, Sebagai Upaya Mencegah Penumpukan di TPA


Penulis: Nadila Ayu Ningthiyas


Kamis (24/11),Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau mengadakan diskusi dengan bahasan “Mengurai Persoalan Sampah di Riau.” Diskusi ini diselenggarakan di Rumah Gerakan Rakyat (Walhi Riau) dengan menghadirkan tiga narasumber, yaitu  Ahlul Fadli, selaku Koordinator Media dan Penegakan Hukum Walhi Riau, Fajri Fadhila, Peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) serta Hannani, Pegiat Lingkungan.

Mengawali diskusi, Ahlul Fadli memaparkan data Badan Pusat Statiska (BPS) Kota Pekanbaru. Dalam kurun tiga tahun terakhir terjadi pertambahan penduduk,  sebanyak 954.373 jiwa  pada tahun 2020. Sedangkan ditahun 2021 mengalami peningkatan berjumlah 983.356 jiwa. Kemudian, meningkat kembali ditahun 2022 berjumlah  994.582 jiwa . “Sehingga selama tiga tahun terakhir tersebut setiap jiwa dapat memproduksi sampah  hingga 1000 ton perhari. Ucap Ahlul

Masih berbicara seputar isu sampah,  Ahlul  juga  menyoroti persoalan tempat pembuangan sementara (TPS), menurutnya sistem pengelolaan sampah belum sesuai dengan standar Undang-Undang No 18 Tahun 2008. “Kota Pekanbaru belum menyediakan TPS sesuai standar  Undang-undang, karena TPS di kota ini bermacam-macam. Ada yang satu tong saja, dua tong, yang di serakkan di jalan, dan ada yang dari beton, besi juga plastik” imbuhnya .  Semua jenis tersebut tidak sesuai dengan mekanisme standar yang  telah ditetapkan.

Melanjutkan yang disampaikan  Ahlul,  Fajri  melihat bahwa pada awalnya semangat penyusunan Undang-undang  No 18 Tahun 2008 ialah merubah sistem pembuangan sampah.  Perubahan dari  pendekatan yang semula sistem kumpul, angkut dan buang, beralih  menuju arah paradigma baru dengan mengurangi penumpukan sampah. Namun  faktanyaa, pada saat ini cita-cita itu belum terwujud.

Lebih lagi, ia mengatakan aktifitas masyarakat membuang sampah pada tempatnya saat ini dinilai kurang efektif dalam menyelesaikan persoalan.“Membuang sampah pada tempatnya tidak lagi menyelesaikan masalah,karena ujung-ujungnya hanya menyebabkan tempat pembuangan akhir (TPA)  penuh.”  Ia juga menambahkan aktifitas sehari-hari masyarakat dalam membuang sampah tidak cukup dalam mengurai persoalan sampah. “TPA yang penuh menyebabkan sampah tidak terkelola dengan baik ” Terangnya.

Dalam pemaparannya Fajri  juga mengungkapkan, berdasarkan studi yang dilakukan Jenna Jambeck pada tahun 2015, Indonesia termasuk penyumbang sampah terbesar nomor dua dengan jumlah  8,8 juta ton plastik jatuh ke laut. Kemudian Di tahun 2020 studi  lanjutan dilakukan bersama Stephanie B. Borelle, dalam kajiaanya diperkirakan  sebanyak 22 juta ton hingga 58 juta ton plastik jatuh ke Laut pada tahun 2030.

Fajri juga katakan, fenomena isu sampah  sama hal nya seperti dengan isu iklim yang berdampak buruk bagi kondisi laut. Sampah-sampah plastik yang masuk ke laut bersifat bioakumulatif yang dapat mencemari lingkungan dan mahluk hidup didalamnya. Mikroplastik bersifat menyerap berbagai  racun.“ Jika di laut banyak tumpahan minyak,  mikroplastik dapat menyerap minyak  dan apabila dimakan oleh ikan akan bertahan juga didalamnya, termasuk ditubuh manusia yang mengkonsumsinya” paparnya  .

Disisi lain, produksi  plastik yang  intensif  menjadi akar persoalan  terhadap isu sampah.  Pandangan bahwa plastik dapat  didaur ulang  menjadi argumentasi  produksi plastik terus berlangsung. “Walaupun plastik dapat di daur ulang, ini bukan solusi utama di karenakan tidak semua jenis plastik dapat di daur ulang.” Terang Fajri. Sementara itu,  beragamnya jenis plastik cukup menyulitkan proses daur ulang. Terlebih lagi biaya produksi plastik dari bahan mentah akan lebih murah. “Bagi saya khususnya  untuk  sampah plastik, ayo kita wujudkan pendekatan bahwa lebih baik menguranginya dulu “ ujar Fajri.

Pada akhir diskusi, Hananni selaku Duta Bahasa Riau 2022 juga menyampaikan bahwa plastik merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan manusia. Plastik menjadi kebutuhan penting sebab sebagian besar barang mengandung unsur plastik. Oleh karenanya  tidak cukup dengan pemikiran melakukan pengolahan plastik, akan tetapi bagaimana juga  dapat menguranginya.

“Setidaknya kita dapat memilah sampah tersebut dan mengirimnya ke Bank sampah. Salah satunya  seperti pemungutan online (Pemol) yang sistemnya mirip dengan gojek, mengangkut sampah dari rumah,kita pesan dan mereka akan ambil.” Ujar Hannani  

Hananni juga mengajak pentingnya peran  generasi muda  dalam menyuarakan isu sampah melalui  jejaring media sosial.  Melalaui kampanye di sosial media kita dapat memperkenalkan Bank sampah  dan kegiatan dalam mengurangi sampah. “Manfaatkanlah peran dan kesempatan yang teman-teman miliki untuk menyuarakan isu ini” tutup Hananni.


Editor: Arif Widyantiko

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *