Menilik Pro-Kontra Penggunaan Busana di Fakultas Hukum


Penulis: Rada Mutia Sal & Tuni Dariyanti


Kebijakan Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Riau (UIR) dalam memperbolehkan penggunaan celana pada mahasiswi menuai beragam polemik. Pro-kontra ini bermula dari adanya  aturan sejumlah fakultas, yang mewajibkan pemakaian rok kepada mahasiswi saat proses kegiatan belajar—mengajar tengah berlangsung.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Dekan (WD) III FH UIR, S. Parman, S.H.,M.H, menjelaskan, bahwa tidak ada kebijakan khusus dalam berpakaian di fakultasnya. Menurutnya, selama  mahasiswa menggunakan pakaian yang sopan, hal ini tidak menjadi masalah.

“Selagi tertib, rapi, dan sopan tidak menjadi masalah. Mereka memiliki kebebasan untuk memilih pakaian, asalkan tetap mengikuti pedoman umum sebagai bagian dari penekanan pada nilai-nilai keagamaan di lingkungan akademik,” Ujar Parman saat AKLaMASI wawancarai.

Tak ayal kebijakan ini dinilai  diskriminatif  dan bertentangan dengan Surat Edaran (SE) Rektor Nomor 3934 3934/-UIR/1-2014, Tentang, Etika Berbusana Muslim/Muslimah Bagi Mahasiswa UIR.

 Dimana pada poin keempat berisi aturan, “Diwajibkan kepada semua mahasiswi baik muslimah ataupun non muslimah untuk memakai rok dan memakai baju lengan panjang atau baju kurung selama berada di kawasan kampus UIR,” Tertulis pada poin tersebut dalam (SE) Rektor Nomor 3934 3934/-UIR/1-2014.

Sehingga berdasarkan (SE) tersebut, UIR sebagai Perguruan Tinggi Islam Swasta mewajibkan setiap mahasiswinya menggunakan busana muslimah.

Tujuan itu dilakukan untuk menertibkan  mahasiswi supaya selalu berbusana muslimah saat berada di lingkungan universitas, agar sesuai dengan identitas UIR sebagai Universitas Islam.

Sementara itu, menyoal (SE) yang telah dikeluarkan pihak rektorat tertanggal 25 Agustus, 2014, Parman beralasan bahwa proses sosialisasi itu belum sampai ke FH UIR. “Rektorat mungkin sudah membuat peraturan wajib menggunakan rok, tapi sosialisasinya belum ada sampai ke Fakultas Hukum,” ucap  Parman.

Namun, bila menilik dari plang pemberitahuan terkait  ‘aturan wajib berpakaian muslim-muslimah’ terhitung, cukup banyak plang yang terpajang di tiap titik area kampus UIR.

Tidak dapat dipungkiri, buntut atas perbedaan pengenaan busana ini  menuai sorotan dan menimbulkan kecemburuan pada kalangan mahasiswi dari fakultas lain.

“Yang aku denger-denger, Fakultas Hukum itu bebas mau berpakaian seperti apa asalkan rapi. jadi kan, kesannya kayak beda banget sama istilah busana muslim yang menutup aurat,” ungkap Nur Afrili Juanda, mahasiswi  Fakultas Ilmu Komunikasi.

Hal senada juga dikatakan oleh Ramadhana Raesya Nia yang akrab disapa Eca. Mahasiswa dari Fakultas Psikologi ini katakan, sudah  sejak lama mengetahui perbedaan busana yang terjadi di lingkungan kampus UIR.

“Kalau untuk (FH) menggunakan celana, aku udah tau lama sih soalnya teman aku banyak yang di sana juga,” paparnya.

“Jadi disaat aku cerita kalau di Fakultas Psikologi mewajibkan menggunakan rok, mereka pada bilang kalo di hukum ga kaya gitu dan mereka dibebaskan untuk berpakaian secara sopan tapi tidak menurut agama. Sedangkan di psikologi itu harus sopan menurut agama islam,” lanjut Eca

Menurut Eca, perbedaan ketimpangan dalam berpakaian seharusnya tidak lagi terjadi. Sebab UIR sebagai kampus islam, semestinya  memberi penekanan lebih agar semua  mahasiswi menggunakan pakaian muslimah sesuai ketentuan agama.

“Namun jika ada fakultas yang mengenakan celana, ya itu tidak adil dan sudah seharusnya kampus membuat kebijakan yang sama,” harap Eca.


Editor: Arif Widyantiko

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *