Soroti Isu Perempuan: Part Of Ngabuburead AKLaMASI Bersama Dian Purnomo


Penulis: Halimatul Yusriah


Media Mahasiswa AKLaMASI mengadakan kolaborasi bersama Dian Purnomo dalam kegiatan diskusi santai dengan tajuk Part of Ngabuburead: AKLaMASI X Nulis di Taman yang berlangsung di Halaman Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau (UIR), pada Sabtu (16/03).

Dian Purnomo adalah penulis novel Perempuan Yang Menangis Kepada Bulan Hitam. Novel ini juga masuk pada rubrik Resensi Majalah AKLaMASI Edisi 20. Dian Purnomo juga seorang penulis yang memiliki perhatian terhadap isu-isu perempuan.

“Aku ingin berkontribusi dalam bentuk tulisan karena aku adalah seorang penulis. Agar aku bisa  ikut dalam memperjuangkan hak-hak perempuan di negeri ini,” tutur Dian.

Ia membagikan pengalamannya saat berkunjung ke Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tentang perempuan yang sering kali menjadi korban pemerkosaan, kekerasan, hingga kawin tangkap, seperti yang ia tuangkan dalam novel Perempuan Yang Menangis Kepada Bulan Hitam.

Tradisi Kawin Tangkap atau yang sering disebut piti rambang oleh masyarakat Sumba merupakan salah satu bentuk kekerasan berbalut budaya yang masih sering dialami oleh perempuan-perempuan di Sumba.

Menurut Dian, perempuan-perempuan di Indonesia masih sulit medapatkan akses. Hal ini disebabkan oleh pengelola negara yang melakukan korupsi, sehingga isu perempuan menjadi tabu dan kurang dilirik oleh media mainstream.

“Gak ada untung yang didapat. Mending ngangkat isu politik atau tambang, jelas dapat duit. Kalau ngangkat isu perempuan, dapat apa? Pasti penderitaanya aja,” ucap Dian.

Banyak masyarakat yang masih sering melakukan diskirimansi terhadap perempuan, dan perempuan masih diatur oleh society yang dibuat oleh masyarakat.

Oleh karena itu, Dian berupaya untuk menyebarluaskan isu-isu mengenai perempuan kepada masyarakat melalui diskusi yang dilakukan di tiap-tiap kota yang ia singgahi.

“Setiap aku berada di kota yang berbeda dengan kota tempatku tinggal, aku selalu cari anak-anak muda. Entah itu komunitas literasi atau apa pun itu, buat ngajak diskusi bareng,” tuturnya.

Dian juga berpesan untuk selalu memperbanyak literatur membaca dan jaringan pertemanan. Hal ini penting untuk mendukung apa yang bisa dilakukan ketika menjadi suara minoritas.

“Bagaimana kita mau melawan kalau tidak punya pengetahuan,” pungkas Dian.


Editor: Fani Ramadhani


Tulisan ini mengalami perubahan di paragraf ke-5 pada Selasa, 19 Maret 2024 pukul 11.04 WIB. Sebelumnya pada paragraf tersebut terdapat kata “Tambang Piti” dan diganti menjadi “piti rambang”. Redaksi meminta maaf atas kekeliruan tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *