Mahasiswa Psikologi: Pemilihan Raya Gubernur Amburadul


Oleh: Muhammad Hafiz Hasibuan
Mahasiswa Fakultas Psikologi


Indonesia saat ini memasuki kontestasi politik yang semakin memanas. Seiring waktu yang mendekati 14 Februari 2024, pemilu membuat seluruh lapisan masyarakat kian antusias. Apakah seluruhnya? Tentu saja, bahkan jika ada orang-orang yang memilih untuk golput (golongan putih), mereka bisa jadi juga memberikan ‘warna’ bagi kontestasi politik saat ini. 

Saat dimana Calon Presiden dan Wakil Presiden akan menunjukkan performa terbaiknya dalam merebut hati rakyat, termasuk juga mahasiswa yang ikut dalam pemilihan demi keberlangsungan Indonesia lima tahun kedepan.

Mahasiswa juga rakyat. Berhubungan kontestasi politik saat ini, didikan dan sosialisasi tentang pemilu seharusnya penting dilakukan. Apalagi mahasiswa yang secara persyaratan sudah memenuhi untuk ikut dalam pemilihan. Hal ini tentu menjelaskan bagaimana mekanisme pemilihan di Indonesia. Dan sudah seharusnya mereka mendapatkannya saat mereka berada di kampus masing-masing. Seperti yang sering diungkapkan bahwa, “kampus adalah miniatur negara”.

Saat ini, di kampus tempat opini ini disampaikan, adanya kebijakan yang amburadul dalam pendidikan politik di kampus tersebut. Tidak ada hukum yang jelas dan tidak terlihat mekanisme yang baik dalam pelaksanaan Pemilihan Raya (Pemira) mahasiswa, baik itu Presiden Mahasiswa tingkat Universitas ataupun Gubernur Mahasiswa tingkat Fakultas.

Pemira Fakultas Psikologi

Fakultas Psikologi misalnya, pada hari Rabu, tepatnya 17 Januari 2024 lalu, Badan Pemilihan Raya Mahasiswa (BPRM) Fakultas Psikologi mengunggah sebuah postingan melalui akun Instagram-nya yang mengatakan ucapan selamat kepada pasangan yang terpilih. Melihat dari unggahan sebelumnya, tentu ini membuat janggal warga psikologi, lantaran unggahan sebelumnya tidak memberikan informasi bagaimana mekanisme atau proses pemilihan gubernur dan wakil itu bisa terpilih. Melihat hal ini membuat “terkaget-kaget”, teringat dengan istilah yang viral belakang ini.

Tidak perlu mencari kebenaran apakah Pemira Fakultas Psikologi sudah diadakan? Kumpulkan seluruh mahasiswa psikologi dalam satu ruangan, maka mereka akan serentak mengatakan “Tidak ada”, tanpa ada satupun yang mengatakan “Ya ada”. Namun jika pun ada, maka meminjam istilah salah satu pengamat politik, “Anda dungu!”.

Sebelum unggahan yang membuat heboh tersebut, unggahan hanya terhenti sampai pada persyaratan calon dan wakil saja. Lantas mana rangkaian kegiatan yang lain? Dimana informasi hasil kelulusan seleksi dari masing-masing pasangan calon (paslon)? BPRM Psikologi harusnya bisa mengambil sikap. Berapapun paslonnya harus tetap disampaikan. Hal ini menimbulkan pikiran liar, seolah-olah ada sesuatu yang ditutup-tutupi.

Setelah dicari tahu, ternyata kandidat dari paslon Gubernur Psikologi hanya satu. Seharusnya, mau itu satu atau seribu paslon yang mendaftar dan lolos seleksi, tugas BPRM haruslah transparansi menginformasikan pada semua medianya.

Pemilihan Secara Sepihak

Dari informasi yang didapat, bahwa Paslon yang hanya satu itu terpilih berdasarkan keputusan dari petinggi fakultas. Pertemuan antara pihak BPRM, Pasangan Calon, dan petinggi Fakultas berkumpul dengan agenda tertutup tanpa melibatkan mahasiswa yang lain. Dan menurut informasi yang beredar, dikatakan bahwa pihak-pihak tersebut mengadakan pertemuan pada hari setelah dilaksanakannya Ujian Akhir Semester (UAS), tepatnya pada Selasa, 16 Januari 2024.

Sehari setelah agenda pertemuan tersebut, kemudian muncul pengumuman melalui unggahan yang disampaikan BPRM Psikologi seperti yang sudah disampaikan di atas. Informasi yang diunggah tersebut sangat diluar ‘nurul’. Dengan diksi “Selamat dan Sukses atas terpilihnya”, hal ini membuat para mahasiswa bertanya, siapa yang memilihnya? Serius, ini lebih memalukan dari pemilihan ketua kelas saat saya menginjak sekolah dasar.

Demokrasi atau aklamasi. Pemilihan tersebut bukanlah karena keduanya. BPRM Psikologi juga mengakui bahwa pemilihan ini tidak berdasarkan aklamasi. Jika tidak keduanya, lantas bagi mahasiswa itu sendiri yang harusnya belajar dan memahami situasi ini, dengan cara bagaimana mereka harus menyebut kondisi tersebut?

Belum pernah terlihat atau diketahui adanya sosialisasi terkait mekanisme pemilihan yang jelas jika terjadi kasus seperti ini. Namun jika merujuk pada ketentuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai aturan dalam pasal 416 ayat (1) UU Pemilu menyatakan bahwa: Pasangan Calon terpilih adalah pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia. Pasal diatas juga telah dijelaskan pada UUD 1945 pasal 6A. 

Secara ketentuan, Indonesia secara mutlak menjelaskan bahwa pemilihan presiden dan wakilnya tetap menjalani pemilihan meski hanya ada satu paslon, bahkan sesuai dengan pasal diatas yaitu, pasangan terpilih adalah yang harus mendapatkan suara lebih dari 50 persen.

Meski pasal di atas sangatlah jauh jika dibandingkan dengan Pemira Psikologi ini. Lantas, jika melihat kasus tersebut, sepertinya belum ada ketentuan bagaimana mekanisme pemilihan yang hanya ada satu paslon tersebut. Atau bisa jadi saya belum menemukannya.

Indonesia sangat menjunjung tinggi demokrasi. Hal ini tentu menjadi keharusan bahwa seluruh mahasiswa harus serentak mengetahui bagaimana mekanisme dalam Pemira, khususnya dalam pemilihan yang hanya ada satu paslon.

Tidak untuk menyakiti pihak tertentu, tapi ini tentu menjadi pelajaran demi pemahaman kita sebagai mahasiswa maupun tenaga pendidik kampus dalam berdemokrasi. Tidak asal ambil keputusan, tidak semena-mena membuat kebijakan, namun perlu ada ‘duduk’, perlu adanya musyawarah untuk memastikan aturan dibuat dan berlaku dengan sebaik-baiknya. Dan perlu digaris bawahi, musyawarah tentu haruslah melibatkan seluruh lapisan mahasiswa.

Meski demikian, terdengar kabar bahwa Pemira Presiden Mahasiswa akan berlangsung dalam waktu dekat. Semoga hal ini juga menjadi pembuka bagi semua mahasiswa untuk mempelajari dan memahami bagaimana mekanisme dalam ajang kontestasi Pemira yang akan berlangsung nantinya. Sekian, saya Apis dan peace. 


Editor: Fani Ramadhani


Ilustrasi sebelumnya diganti dengan ilustrasi berikut. Media Mahasiswa AKLaMASI mengakui bahwa ilustrasi sebelumnya tidak fokus pada isi opini yang dimuat.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *